Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2025. Rencananya, gelaran ASR bertema “Siaran Ramadan untuk Meneguhkan Ketahanan Bangsa” dilangsungkan pada Jumat malam (23/5/2025) di Auditorium H.M. Rasjidi Kementerian Agama (Kemenag).
Penanggungjawab ASR 2025 sekaligus Komisioner KPI Pusat, Aliyah, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan ajang apresiasi dari ketiga institusi atas upaya terbaik yang dilakukan lembaga penyiaran melalui tayangan di bulan ramadan.
“Seperti tahun sebelumnya, kami akan memberikan apresiasi tertinggi bagi program-program siaran ramadan terbaik untuk tahun ini. Kegiatan berkelanjutan ini adalah salah satu upaya kami dalam rangka mendorong peningkatan kualitas dan pengembangan siaran ramadan dari waktu ke waktu,” jelas Aliyah.
Selain akan memberikan penghargaan untuk program siaran ramadan di lembaga penyiaran, lanjutnya, anugerah ini akan menyerahkan penghargaan kepada pribadi yang dinilai berpengaruh besar dan inspiratif.
“Kami juga akan memberikan penghargaan kepada dai-dai di daerah 3T dan milineal yang inspiratif. Semua penilaian dilakukan secara ketat oleh dewan juri yang sudah ditetapkan yang berasal dari KPI, Kemenag dan MUI,” tambah Aliyah.
ASR tahun ini, sebanyak 21 kategori yang diperlombakan yang terdiri atas 10 kategori untuk Televisi yakni kategori Program Dakwah Non Talkshow (Ceramah), kategori Program Dakwah Non Talkshow (Kultum), kategori Program Dakwah Talkshow (Dialog), kategori Program Wisata Budaya, kategori Program Hiburan (Film/FTV Religi/Sinetron), kategori Program Ajang Bakat, kategori Program Feature, kategori Program Dokumenter, kategori Program Liputan Ramadan dan ILM Ramadan.
Kemudian 6 kategori penghargaan untuk Radio yakni kategori Program Dakwah Radio (Kultum), kategori Program Dakwah Radio (Talkshow/Dialog), kategori Program Liputan Ramadan, kategori Program Wisata Budaya, kategori Program Feature dan kategori ILM Ramadan.
Adapun untuk penghargaan khusus antara lain penghargaan untuk Dai Wilayah 3T Inspiratif, Moderat Milenial Agent Inspiratif, Program Pendukung Edukasi Halal Lifestyle, Program Pendukung Literasi Ekonomi Syariah dan Program Pendukung Literasi Digital Islami.
Pemberian penghargaan Anugerah Syiar Ramadan 2025 akan disiarkan secara langsung melalui kanal youtube media center KPI Pusat mulai pukul 19.00 WIB. ***
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menetapkan DKI Jakarta sebagai tuan rumah pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2025. Kegiatan ini akan berlangsung pada 30 Mei hingga 2 Juni 2025 di Jakarta, bersamaan dengan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) ke 92.
Keputusan tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi antara KPI Pusat dan KPID DKI Jakarta yang digelar di kantor KPID DKI Jakarta, Kamis (15/5/2025) kemarin.
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, mengatakan bahwa KPID DKI Jakarta berperan penting dalam pelaksanaan Rakornas. KPI Pusat juga berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta untuk mendukung kegiatan tersebut.
“KPI Pusat telah mengirim surat permohonan audiensi kepada Pemprov dan akan segera menyusul ke DPRD DKI Jakarta,” terang Ubaidillah usai pertemuan tersebut.
Rangkaian Rakornas akan diawali dengan kegiatan jalan sehat (Fun Walk) pada Minggu pagi di kawasan Bundaran HI.
Acara tersebut terbuka untuk masyarakat dan akan diisi dengan hiburan serta pembagian door prize.
Selain kegiatan seremonial, Rakornas tahun ini juga akan membahas revisi Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan penguatan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran (P3SPS).
Ketua KPID DKI Jakarta, Puji Hartoyo, menyatakan kesiapan pihaknya sebagai tuan rumah dan menjamin keterlibatan berbagai pemangku kepentingan di ibu kota.
Sementara, penanggung jawab pelaksanaan Rakornas, I Made Sudarsa, menambahkan meskipun digelar dengan efisiensi anggaran, konsep acara tetap dirancang maksimal dan melibatkan KPI dari seluruh Indonesia serta insan penyiaran nasional.
Rakornas KPI dan Hasiarnas 2025 diharapkan menjadi forum strategis untuk memperkuat arah kebijakan penyiaran nasional. ***
Semarang – lembaga penyiaran, khususnya televisi, berperan penting dalam membangun citra instansi atau lembaga negara, tidak terkecuali lembaga kepolisian. Di dalam banyak tayangan, baik program yang secara khusus berkaitan dengan kepolisian atau di dalam program hiburan, masih terdapat kesalahan penggunaan atribut hingga jabatan yang berdampak pada persepsi publik.
Tidak hanya itu, aktivitas dan tindakan kepolisian dalam menangani sebuah perkara di lapangan, juga perlu diselaraskan agar yang tampak tidak hanya kesan menarik, tetapi juga berkaitan dengan kredibilitas institusi. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah saat menjadi Narasumber dalam kegiatan Rakernis Divhumas Polri di Semarang yang dihadiri Kabid Humas Polda seluruh Indonesia, Selasa (6/5/2025).
Diketahui, banyak tayangan yang melibatkan keterlibatan kepolisian dalam reality show hingga sinetron. Oleh karena itu, Ubaidillah mendorong agar institusi Kepolisian dan media penyiaran menguatkan kerja sama dan kolaborasi agar informasi yang disampaikan lebih akurat, informatif, dan edukatif.
"Kegiatan hari ini (Rakernis Divhumas Polri) adalah bagian dari membangun citra positif Polri di mata publik, khususnya melalui media penyiaran. Program kepolisian yang tayang di TV perlu disajikan secara informatif, edukatif, dan tidak menyimpang dari realitas tugas-tugas Kepolisian," ujarnya. Foto: Humas Polri
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi teguran untuk Program Siaran “New Sensasi Hot” di MDTV. Program ini kedapatan menayangkan aib dan rahasia pribadi akibat dari konflik keluarga.
Berdasarkan pantauan Tim Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, tayangan tersebut ditemukan dalam “New Sensasi Hot” MDTV tertanggal 21 April 2025 pukul 09.03 WIB. Dalam temuannya, terdapat rekaman percakapan antara Paula dan Baim tentang konflik rumah tangga mereka termasuk soal perselingkuhan secara rinci.
Terkait sanksi MDTV, Komisioner KPI Pusat, Tulus Santoso mengingatkan, ribut-ribut kasus rumah tangga artis yang ditayangkan di TV harus disikapi pihak stasiun TV dengan bijaksana. Pasalnya, selain ditonton pemirsa, tayangan ini memungkinkan ditonton oleh anak-anak mereka.
“Jangan juga justru menjadi panggung bagi mereka yang berselisih dan justru berdampak negatif bagi pemirsa. Jadi sangat penting menjadikan P3SPS KPI sebagai acuan sebelum penayangan,” katanya di beberapa kesempatan.
Dalam aturan P3SPS terkait permasalahan pribadi, disebutkan tidak boleh memperburuk objek yang disiarkan. Kemudian tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkap secara terperinci aib atau kerahasiaan masing-masing yang berkonflik.
“Siaran itu dilarang memperburuk permasalahan dan tidak boleh juga menimbulkan dampak buruk terhadap keluarga terutama bagi anak-anak dan remaja, apalagi bagi keluarga yang sedang berseteru. Jadi, lembaga penyiaran diharapkan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam P3SPS tersebut,” tegas Tulus Santoso.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Aliyah mengatakan, setiap program siaran berklasifikasi R (remaja) harus mengikuti pedoman yang ada di P3SPS. Program siaran berklasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
“New Sensasi Hot” MDTV ini kan berklasifikasi remaja, jadi tak pantas menayangkan hal-hal tersebut. Bahwa tontonan untuk remaja itu harus memberikan dampak positif bagi mereka, bukan sebaliknya. Kami harap ini jadi masukan untuk MDTV dan lembaga penyiaran lain agar tidak mengulanginya,” tandasnya. ***
Jakarta – Komnas Perlindungan Anak mendukung penuh dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang (UU) Penyiaran tahun 2002. Usia regulasi yang sudah tua (tidak adaptif) serta perlunya penguatan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi pertimbangan utama.
“Pertama, undang-undang ini sudah sangat tua sekali, tahun 2002. Sudah 23 tahun belum direvisi. Dan tentunya, ini sudah tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Bagaimana misalnya teknologi digital, platform digital, sosial media sudah sangat massif memberitakan dengan begitu sangat terbukanya,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Agustinus Sirait, usai pertemuan dengan Komisioner KPI Pusat, di Kantor KPI Pusat, Selasa (6/5/2025).
Dia menambahkan, kehadiran media baru ikut memengaruhi dengan makin banyaknya kasus yang ditangani pihaknya terkait perlindungan anak. Salah satu penyebabnya, lanjut Agustinus Sirait, karena UU Penyiaran (eksisting) tidak mengadopsi atau berusaha melindungi anak Indonesia dari paparan konten media sosial dan platform digital.
“Pemerintah atau negara harusnya hadir. Tentunya dengan melakukan revisi Undang-undang Penyiaran. Kami berupaya dan mendukung agar KPI diberi perluasan wewenang tambahan, kebijakan, dan program, terutama pengawasan terhadap platform digital. Saya pikir itu yang paling urgent saat ini dan harus segera dibuat,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Komisioner KPI Pusat, Ketua Komnas Perlindungan Anak ini memaparkan data pengaduan masyarakat terkait kasus anak. Sepanjang tahun 2024 hingga Februari 2025 terdapat 4.388 kasus pengaduan hak anak yang diterima KPA bersama 12 perwakilan provinsi. Pengaduannya lebih tinggi 34% dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal yang menjadi isu dan temuan utama adalah fenomena adiksi digital pada anak-anak yang lebih berbahaya dari adiksi rokok. Hal tersebut menyebabkan gangguan emosional, kesulitan membedakan dunia nyata dan khayalan, kebutuhan rehabilitasi khusus, serta terperosok pada perjudian dan prostitusi daring.
Terkait hal itu, dalam upaya menekan adiksi digital, orang tua mengalami beberapa kendala yang berhubungan dengan anggapan melanggar privasi anak, tidak adanya pedoman hukum saat membahas akses anak pada ponsel, serta tidak adanya perlindungan hukum eksplisit untuk peran pengasuhan digital. Adapun payung hukum yang ada yakni UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 belum menyentuh ranah digital dan wewenang KPI terbatas pada media konvensional (televisi dan radio).
“Tidak ada payung hukum yang mengatur usia minimum penggunaan sosial media, batasan akses platform tertentu bagi anak-anak, serta mekanisme sanksi untuk konten atau pihak yang mengeksploitasi anak,” kata Agustinus Sirait dalam pertemuan itu.
Menanggapi masukan dan pernyataan Komnas PA, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menyampaikan apresiasinya dan akan meneruskan ke Komisi I DPR.
“Saya berharap main issue tentang perlindungan anak dituliskan poin yang perlu ada di Undang-undang Penyiaran jadi bisa dirumuskan dan menjadi masukan untuk dibawa ke Komisi I DPR, ini hal yang positif,” kata Reza.
Sementara itu, Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat, I Made Sunarsa menyampaikan bahwa pada dasarnya perihal perlindungan anak, KPI memiliki concern yang sama. Selama 2024 turun 15 sanksi (yang dikenakan pada program siaran), 37% diantaranya merupakan sanksi yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap perlindungan anak. “Pada pelanggaran kategori lainnya juga berhubungan dengan perlindungan terhadap anak,” katanya.
Dalam UU Penyiaran 2002, peraturan yang berhubungan dengan perlindungan anak disebutkan pada Bab IV tentang Pelaksanaan Siaran. Salah satunya pada Pasal 36 (3) yang berbunyi “Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus , yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran”.
Sementara dalam Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), perlindungan terhadap anak dirinci pada Bab X, dan Nomor 02/P/KPI/03/201 tentang Standar Program Siaran (SPS) pada Bab X.
“Semakin banyak orang bersuara, tentang keresahan kita, betapa di luar lembaga penyiaran (konvensional) seperti rimba, terjadi banjir dan tsunami informasi. Di saat yang sama anak disibukkan dengan gawai masing-masing dan semakin jarang berkomunikasi dengan orang tua. Maka, ketika kunjungan ke daerah, kami dorong untuk kembali menonton televisi agar anak berkomunikasi dengan orang tua,” timpal Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Aliyah.
Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti menganggap momen ini, sebagai bentuk kepedulian terhadap perlindungan anak, remaja dan perempuan dari lembaga selain KPI dan asosiasi lembaga penyiaran. Menurutnya, hal ini berpotensi sebagai daya dorong untuk mendukung revisi UU Penyiaran. Di sisi lain, hal ini bisa mewujudkan industri penyiaran yang baik dan sehat.
Adapun Komisioner KPI Pusat, Muhamad Hasrul Hassan juga menyampaikan terima kasih atas masukan dan dukungan dari Komnas PA. Menurutnya, revisi ini perlu masukan dari semua pihak. “Karena ini menyangkut perlindungan generasi. Kita perlu masukan bersama. Karena ini juga menyangkut norma-norma hidup bangsa kita,” katanya.
Hal yang sama turut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana. “KPI tidak bisa bekerja sendiri untuk bisa menjadikan ruang penyiaran ramah terhadap publik kita,” tuturnya. ***/Anggita Rend/Foto: Agung R