Penyiaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, sebagai kegiatan komunikasi massa yang berperan sangat penting melakukan penyebaran informasi ke publik. Lembaga Penyiaran (Televisi dan Radio) telah ramai mengabarkan hasil pengumuman Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan (Dirjen Kemenkes) Republik Indonesia, terkait risiko penggunan obat sirup kepada anak-anak. Sejak diumumkannya maklumat tersebut sebagai bagian dari informasi serta merta (segera disampaikan ke publik, sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik) sangat penting untuk segera sampai kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk apotek dan toko obat sebagai penyedia bahan tersebut.

Sesuai Surat Rekomendasi bernomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal, Dirjen Kemenkes per tanggal 18 Oktober 2022 menyatakan dua poin himbuan penting ke publik sebagai bentuk kewaspadaan pemakaian obat sirup. Pertama terkait tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/ sirup, dan yang kedua menyebutkan seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. .Rekomendasi ini berlaku untuk semua obat sirup atau obat cair, dan bukan hanya paracetamol. 

Ikatan Dokter Anak Indoneia (IDAI) melaporkan kasus gagal ginjal akut pada anak Indonesia yang dilaporkan terus bertambah akibat obat sediaan sirup. Sebagai alternatif, masyarakat bisa memakai bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, supositotia (anal), atau lainnya. IDAI juga mengingatkan jika anak terserang batuk pilek hingga demam, tidak langsung diberi obat. Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI (dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan ada cara lain yang bisa dilakukan, salah satunya dengan kompres hangat di dahi. “Jadi kalau anak demam sebenarnya sedang ada proses peperangan dalam tubuhnya untuk mengusir virusnya. Bisa kita upayakan dengan kompres hangat dulu, jangan buru-buru kasih obat’, kata dr. Piprim. 

Pasca pandemi Covid-19 membuat langkah antisipatif orang tua memberikan perlindungan terhadap penguatan imunitas dan vitalitas termasuk dalam kondisi batuk pilek yang dialami anak-anak, terkadang membuat perilaku memberikan obat khusunya yang dalam bentuk sirup menjadi  meningkat. Obat sirup yang mengandung bahan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sesuai hasil temuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) berasal dari empat bahan tambahan . Efek zat tersebut dapat menyebabkan urin mengalami pengkristalan. Bahkan masih terdeteksi walau pun pasien telah menjalani proses pencucian darah. 

Harapannya lembaga penyiaran sebagai ujung tombak sarana penyambung informasi dan edukasi ke publik berperan aktif memberikan literasi bagi penggunaan obat dan makanan yang beresiko bagi kesehatan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Program Standar Siaran (P3SPS) Pasal 61. Mmengamanatkan agar program siaran terkait iklan produk obat wajib menayangkan peringatan konsumen dengan panjang sekurang-kurangnya tiga detik untuk semua durasi spot sebagai bentuk antisipatif pemakaian segala jenis obat yang diiklankan, baik melaui televisi maupun radio. Karena tujuan iklan selain memperkenalkan produk maupun jasa kepada konsumen juga berperan untuk mempengaruhi dan memprovokasi pemirsa menggunakan produk tersebut. 

Tindakan preventif menjadi penting untuk siaran iklan terkait obat dan makanan sebelum mendapatkan persetujuan terlebih dahulu, bukan hanya dari Lembaga Sensor Film (LSF) selaku regulator pengawasan isi video iklan yang akan dipublikasi ke pemirsa, tapi juga berkoordinasi dengan pihak terkait khususnya BPOM untuk iklan yang berkaitan dengan keamana penggunaan Obat dan Makanan. Selain itu, tentunya kita berharap juga, hadirnya kesadaran dan pemahaman yang tepat bagi khalayak terhadap perilaku menggunakan obat. 

Dengan adanya kasus kematian pada anak akibat obat sirup tersebut, telah mengakibatkan korban hingga dua ratusan kasus dengan sebaran di 22 provinsi, menjadi kewajiban seluruh stakeholder terlibat aktif melakukan langkah preventif secara optimal. 

BPOM terus mengawasi obat yang akan diregestrasi maupun yang telah mendapatkan izin edar. LSF menyortir bahan iklan secara proporsional sesuai standar sebelum mendapatkan izin tayang, KPI mengawasi tayangan iklan obat dan makanan agar sesuai standar program siaran yang disampaiakan lembaga penyiaran, serta peran masyarakat dalam melakukan peran aktif dalam mengawal siaran sehat agar terus bergulir secara dinamis, menuju pencerahan yang berkesinambungan di seluruh sektor sistem penyiaran mengawal kualitas program siaran. Sudah selayaknya dalam kondisi seperti ini menghadirkan iklan layanan masyarakat yang mengedukasi secara dini dan massif melalui lembaga penyiaran terhadap mitigasi epidemiologi obat dalam penyiaran. ***

Ditulis Oleh : Andi Muhammad Ilham, S.Si., M.Kes. (Komisioner KPID Sulawesi Selatan)

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.