Jakarta -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi secara resmi membuka kegiatan Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan 50 di Kantor KPI Pusat, Rabu (21/2/2024). Menkominfo berharap peserta sekolah dapat menerapkan ilmu yang dipelajari untuk hal manfaat dan memajukan penyiaran di tanah air.

“Saya sangat mengapresiasi upaya KPI untuk melakukan pengembangan kualitas siaran yang diimplementasikan melalui sekolah P3SPS ini. Inisiatif sangat penting untuk memastikan siaran yang sehat di tengah perkembangan teknologi yang terus berkembang dan semakin massif,” katanya dihadapan Ketua dan Anggota KPI Pusat serta puluhan peserta Sekolah P3SPS yang hadir.

Di awal sambutannya, Menkominfo menyampaikan kondisi terkini dunia penyiaran dalam negeri di tengah perkembangan teknologi. Kendati TV dan radio masih jadi sumber informasi utama bagi jutaan masyarakat Indonesia, hal ini tetap harus dibarengi dengan produksi konten yang berkualitas. 

Menurut Menkominfo, konten penyiaran berkontribusi besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Karenanya, kehadiran regulasi dan etika penyiaran dibutuhkan agar isi siaran yang dihasilkan berdampak positif bagi masyarakat. 

“Komitmen menghadirkan regulasi penyiaran diwujudkan melalui P3SPS KPI tahun 2012. Pedoman ini dimaksudkan untuk menjunjung segala bentuk etika penyiaran seperti nilai keberagaman, kesopanan dan kesusilaan, perlindungan kepada anak-anak dan juga kelompok masyarakat tertentu,” jelas Budi Arie.  

Tidak hanya soal pedoman dan etika, Menkominfo juga meminta industri (insan) penyiaran dapat memanfaatkan secara bijak dari hadirnya teknologi terbaru seperti AI (artificial intelligence). Teknologi AI ini, ibarat Budi Arie, seperti dua sisi mata uang. 

“Teknologi seperti AI mampu menjadi peluang bagi insan penyiaran untuk memudahkan pekerjaannya. Jadi pemanfaatan teknologi juga dapat membantu memproduksi konten yang sesuai dinamika customer experience dan customer behavior. Di sisi lain, jika industri tidak responsif dengan perkembangan AI yang pesat hal ini dapat mengancam produktifitas talenta di bidang penyiaran,” ujar Menkominfo. 

Menyikapi adopsi dan disrupsi teknologi ini, Budi berharap seluruh talenta bidang penyiaran untuk adaptif. Menurutnya, pengembangan SDM (sumber daya manusia) mutlak dibutuhkan agar talent kita dapat memanfaatkan teknologi dalam rangka meningkatkan kualitas penyiaran supaya tidak tergerus zaman. 

“Karena itulah, talenta di bidang penyiaran perlu meningkat kreatifitas dan kualitas dalam memproduksi konten penyiaran agar tetap menarik perhatian audiens seperti melakukan diversifikasi bentuk konten dan berkreasi dengan tren terbaru. Inilah masa depan penyiaran kita di tengah disrupsi teknologi,” tutur Menkominfo yang setelah membuka acara langsung berkunjung ke ruangan pemantauan siaran TV dan radio KPI Pusat.  

Kegiatan Sekolah P3SPS merupakan program utama KPI yang dilakukan secara periodik. Sekolah ini dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas SDM penyiaran sehingga berimplikasi terhadap peningkatan kualitas konten siaran. Peserta sekolah ini tidak hanya untuk kalangan media tapi juga terbuka untuk umum. ***/Foto: Agung R

 

 

Jakarta – Disrupsi media menyebabkan media konvensional seperti radio seakan makin ditinggalkan publik. Permasalahan media penyiaran di tengah persaingan dengan media lain berbasis internet ini semestinya segera diselesaikan. Salah satunya dengan membuat regulasi yang berkeadilan sehingga kompetisi antar media berjalan sehat. 

Pandangan tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa, saat menjadi nara sumber Program Acara Presisi (Prestasi dan Edukasi) di Radio Persada dengan tema “Wujudkan Iklim Radio Kreatif dan Inovatif di Era Kekinian”, Senin (19/2/2024).

Menurut Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, perkembangan teknologi dan media semestinya diikuti dengan pemuktahiran regulasi. Persoalan hingga saat ini, di Indonesia belum ada regulasi yang secara tegas mengatur media baru. 

Pasalnya, jika media penyiaran seperti radio harus berkompetisi dengan media baru tentunya tidak seimbang alias tidak adil. Siaran radio ada dalam pengawasan UU (Undang-undang) Penyiaran, sedangkan media baru tidak ada regulasi yang menaungi. 

“Karena itu, solusinya tidak hanya kreatifitas tapi juga penting untuk mengembangkan regulasinya. Media penyiaran seperti radio ada regulasinya, sedangkan media baru tidak. Padahal dari konsep atau isi siarannya tidak jauh berbeda. Ada informasi dan juga ada hiburannya,” kata I Made Sunarsa.  

Kecemasan yang dirasakan media radio karena agresifitas media baru yang memengaruhi finasisal telah lama dipikirkan KPI. Meski demikian, KPI berharap radio tidak berputus asa untuk terus menciptakan inovasi dan karya-karya yang positif dan berkualitas. 

“Kami tidak ingin siaran radio jadi ikut-ikutan membuat konten seperti di media baru karena viralnya. Siaran radio harus tetap membawa pesan-pesan yang mendidik dan manfaat bagi masyarakat. Apalagi masyarakat sangat bergantung kepada informasi dari radio yang memang secara validitas dapat dipertanggungjawabkan. Karena hal-hal yang benar suatu saat akan jadi acuan,” jelas I Made Sunarsa.

Masih terkait radio, KPI Pusat telah merencanakan program khusus yakni Radio Akademi yang diharapkan dapat mendongkrak positioning radio ke depan. Program ini akan fokus mengembangkan sisi ekonomi, sumber daya manusia dan kualitas siaran melalui pelatihan berkelanjutan. 

“Tahun ini, program radio akademi akan dimulai dari Riau. Kami sudah susun kurikulumnya. Kita akan kumpulkan radio di sana dengan menyampaikan bagaimana membuat radio yang baik. Harus membuat segmenteasi pendengarnya. Kita akan ajarkan hal-hal yang tertinggal. Kita akan berpindah ke daerah lain dan ditargetkan pada 2025 seluruh daerah sudah merasakan program ini,” kata I Made Sunarsa. 

Di akhir perbicangan, dirinya berharap radio tetap menjaga program siarannya dengan menyiarkan hiburan dan informasi yang bagus dan berkualitas. “Yang baik harus tetap kita pertahankan,” tandasnya. ***

 

 

Jakarta - Pornografi dan pornoaksi merupakan masalah besar bangsa ini yang harus ditangani secara sinergi dengan berbagai kementerian, lembaga dan pemangku kepentingan terkait. Data dari Direktorat Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat, per Mei 2023 konten hoax negatif pornografi yang beredar di masyarakat dan mencapai 1.182.966, dan sudah ditangani Kemenkominfo. Termasuk muncul melalui iklan-iklan pop up di setiap aplikasi internet yang digunakan lewat telepon seluler. Hal ini disampaikan Aliyah, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran saat menghadiri Rapat Penyusunan Program 2024 Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama, (16/2). 

Menurut Aliyah, tayangan televisi dan radio hampir sembilan puluh persen bersih dari konten pornografi. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI Pusat secara rinci mengatur batasan dan larangan terkait konten pornografi untuk di televisi dan radio. KPI sendiri punya program Sekolah P3SPS yang memberikan pemahaman terhadap pengelola televisi dan radio, baik itu produser, pembuat program atau pun juru kamera, tentang aturan konten di lembaga penyiaran termasuk soal pornografi. 

Aliyah menilai, GTP3 ini harus punya sekretariat bersama dalam rangka usaha sinergi gerak antar lembaga dalam penanganan dan juga pencegahan pornografi ini. “Kalau kita punya data bersama, tindakan yang kita lakukan dapat lebih terukur tentang capaian setiap tahunnya,” ujar Aliyah. 

Dalam penilaiannya, publik memang memiliki perhatian yang besar terhadap masalah pornografi ini. Selayaknya, kementerian dan lembaga sebagai bentuk kehadiran negara menyediakan slot program kerja untuk aksi pencegahan atas maraknya pornografi di masyarakat. 

Untuk KPI sendiri, tambahnya, membuka saluran aduan publik bagi masyarakat yang menemukan konten-konten negatif di televisi dan radio. Termasuk juga kegiatan partisipasi masyarakat yang memberi ruang lebih luas bagi publik menyampaikan aspirasinya. ‘Selain tentu saja KPI langsung menjatuhkan sanksi yang tegas atas kelalaian televisi dan radio saat menyiarkan konten asusila,” pungkasnya.

 

 

Jakarta - Perhelatan Pemilihan Umum pada prinsipnya, bukan sekedar soal kampanye dan pencoblosan dalam rangka menyalurkan hak suara masyarakat. Namun juga ada tahapan perhitungan suara yang dilakukan penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang dilakukan secara berjenjang. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap, media khususnya lembaga penyiaran secara konsisten mengabarkan kepada publik tentang kondisi riil di lapangan. Hal ini disampaikan Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso, di kantor KPI Pusat, (20/2). 

Menurutnya, televisi dan radio juga harus mengabarkan pada publik proses perhitungan suara di masing-masing tahap. “Apakah prosesnya berjalan lancar, apakah sudah sesuai dengan aturan,” ujarnya. Sehingga publik mendapat informasi yang utuh sesuai dengan fakta dan bukan informasi yang manipulatif. 

Pengawalan lembaga penyiaran pada setiap tahap perhitungan berjenjang ini penting untuk mengawal dan menjadi bagian dari mata dan telinga masyarakat. “Termasuk juga menjaga suara yang merupakan aspirasi publik terhadap pilihan mereka, baik eksekutif maupun legislatif yang akan duduk di Gedung DPR dan DPRD nantinya,” tambahnya. 

Tulus berharap media menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial pada penyelenggaraan Pemilu, lewat peliputan dan pemberitaan perhitungan suara dari sumber informasi yang kredibel dan terpercaya. “Sehingga orang akan berpikir berkali-kali untuk mengubah atau memanipulasi suara yang telah diberikan oleh rakyat,” pungkasnya. 

(Foto: KPI Pusat/ Agung R)

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menandatangani kesepahaman dengan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) dan Yayasan Kinomedia tentang Kerja Sama Dalam Upaya Dukungan Terhadap kesamaan hak dan kebebasan berekspresi kelompok disabilitas pada media penyiaran. Dalam dokumen yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Direktur Utama LPP RRI I Hendrasmo, dan Ketua Yayasan Kino Media I Made Suarbawa, memiliki tujuan diantaranya mewujudkan industri penyiaran yang inklusif bagi kelompok disabilitas di tanah air. Selain itu, juga bertujuan membangun sinergi antara lembaga penyiaran radio dengan sineas nasional melalui karya film pendek yang inklusif. 

Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana menjelaskan, kerja sama ini diambil dalam rangka memenuhi hak-hak penyandang disabilitas akan kebutuhan konten siaran. Produksi film radio yang menjadi obyek kerja sama tiga pihak ini, secara teknis akan menambah deskripsi audio bahasa Indonesia agar dapat diakses oleh kelompok disabilitas netra. “Deskripsi audio ini diberikan pada scene film non dialog. Harapannya, penyandang disabilitas netra juga merasakan atmosfer yang terjadi dalam scene tersebut,” ujar Amin. 

Sebenarnya kesadaran penambahan deskripsi audio sudah dilakukan oleh para sineas Indonesia. Untuk mengoptimalkan hal ini, tambah Amin, dibutuhkan kehadiran negara. Untuk itu KPI mengambil peran pada posisi penting ini guna memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses yang optimal pada konten siaran. KPI berharap adanya sinergi yang positif dari para pemangku kepentingan penyiaran, sehingga program film radio ini memberi kebermanfaatan yang lebih luas. 

KPI sendiri, ujar Amin, sudah menyampaikan inisiatif program film radio sebagai program unggulan kepada Sekretariat ASEAN. Hal ini sebagai inisiatif inklusivitas konten siaran pada penyiaran digital. Amin juga berkomitmen agar cakupan dan daya jangkau program ini menjadi lebih luas, dengan meluaskan kerja sama di kalangan sineas Indonesia.  

Sementara itu Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan pula harapannya agar kesempatan yang sama diperoleh kelompok disabilitas dalam menikmati konten siaran, sebagaimana amanat undang-undang. “Selama ini KPI selalu menerima aspirasi dari berbagai kelompok disabilitas, misalnya untuk keberadaan bahasa isyarat di televisi,” ujarnya. Harapan kami, selain menerima akses siaran, kelompok ini juga mendapat kesempatan untuk ikut berkiprah di dunia penyiaran. 

Kerja sama KPI, RRI dan Kino Media merupakan adaptasi dan juga inovasi dalam rangka memenuhi kepentingan teman-temen disabilitas. “Saya berharap, program-program inovatif dalam meningkatkan kualitas siaran dan juga keterjangkauan siaran untuk sebanyak mungkin kelompok masyarakat, tetap memperhatikan aturan yang berlaku dan tidak mengganggu kepentingan teman-teman komunitas difabel,” pungkasnya.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.