Mamuju – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Barat mencoba melakukan Inovasi dengan mengagas lahirnya Peraturan Daerah tentang Penyiaran. Perda ini nantinya dapat menjadi pedoman lain berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Guna mewujudkan Perda itu, KPID menggelar diskusi kelompok terpumpun atau FGD, Kamis (21/11/2019). Ada beberapa permasalahan yang perlu dilakukan pembenahan terutama dalam pengambilan kebijakan-kebijakan dalam tataran lokal. KPID berharap lembaga penyiaran di Sulbar tumbuh dan berkembang dengan baik dalam menjawab tantangan zaman di era industri 4.0. 

“Lahirnya Perda diharapkan menjadi dasar KPID Sulbar dalam menata dan mencegah terjadi pelanggaran penyiaran guna mewujudkan siaran sehat untuk rakyat,” kata Ketua KPID Sulbar, April Azhari.

Diskusi yang menghadirkan 8 narasumber yakni H. Ismail Zainuddin (Tokoh masyarakat), Wakil Ketua III DPRD Provinsi Abd Rahim, Wakil Ketua Komisi I Syamsul Samad, Kepala Dinas Kominfo Sulbar, Safaruddin DM,  Akademisi STAIN Majene, Muliadi, Akademisi Universitas Tomakaka, Rahmat Idrus dan Yayasan Karampuang Aditya serta 7 Komisioner KPID membicarakan langkah yang akan dilakukan guna menata lembaga penyiaran yang saat ini memerlukan pembinaan dan pebdampingan.

Secara umum ke delapan narasumber mengapresiasi upaya yang dilakukan KPID Sulbar mendorong lahirnya Peraturan Daerah tentang Penyiaran.

H. Ismail Zainuddin mengungkapkan perda penyiaran adalah kebutuhan yang harus disiapkan sebagai acuan KPID untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif siaran. "Konten lokal menjadi bagian terpenting dalam usulan Perda penyiaran dan ini harus menjadi perhatian utama," pintanya.

Bahkan, Akademisi STAIN Muliadi yang berkomitmen membangun Lembaga Penyiaran Komunitas menyebutkan, sebagian konten yang ada memang harus menjadi perhatian karena saat ini banyak konten yang tujuannya hanya memberi hiburan dengan meminggirkan fungsi edukasi. "Muatan konten lokal harus dipertimbangkan agar dapat mengangkat budaya kita, budaya Malaqbi," katanya.

Sedangkan Aditya, dari Yayasan Karampuang mengusulkan, isi perda penyiaran diharapkan tidak hanya fokus pada permasalahan yang dialami pelaku usaha tetapi bagaimana isi siaran itu juga perhatian pada anak dan perempuan. "Kami LSM yang fokus pada anak dan perempuan berharap pada LP dapat meningkatkan presentase isi siaran lokal yang berpihak  pada anak, perempuan dan mengangkat budaya lokal serta mendorong tumbuh kembangnya lembaga penyiaran masyarakat di daerah," jelasnya.

Praktisi Hukum dan  akademisi, Rahmat Idrus, meminta agar penyusunan Naskah Akademik Ranperda Penyiaran dapat disusun secara ilmiah, sistematis dan tentunya memberikan masukan agar kualitas Perda bermanfaat dan tidak merugikan masyarakat. "Kita menyambut baik langkah yang dilakukan KPID Sulbar dengan mengusulkan dibuat perda penyiaran ini, " jelas Doktor Ilmu Hukum Pasca UMI Makassar ini.

Kepala Kadis Infokom Sulbar berharap, lahirnya Perda Penyiaran menjadi solusi dalam mengatasi masalah penyiaran di Sulbar. "Harapan kita perda dapat memberikan konstribusi positif bagi perkembangan penyiaran di Sulbar, seiring dengan program kominfo Internet masuk desa,” tuturnya.

Wakil Ketua Komisi I DPRD, Syamsul Samad, menyebut upaya KPID layak disambut dengan baik. Menuruntya, untuk melahirkan produk hukum diperlukan kerjasama semua pihak dengan semangat melindungi masyarakat. "Perda Penyiaran usulan KPID ini masuk dalam prolekda DPRD Sulbar 2019 dan menjadi hak inisiatif DPRD," jelas politis Partai Demokrat ini.

Sementara itu, Wakil Ketua III DPRD Sulbar, Abdul Rahim, berharap Perda ini menjadi pedoman penataan penyiaran di Sulbar. "Ini langkah maju dari ikhtiar KPID periode ini yang harus kita dukung. Untuk itu, penyusunan naskah akademik harus didiskusikan secara massif ke seluruh daerah sehingga mampu mengurai permasalahan penyiaran yang selama ini dialami pelaku penyiaran," jelas Tokoh Pemuda Pembentukan Provinsi Sulbar. Red dari Humas KPID Sulbar

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.