SIARAN PERS
Nomor: 006/K/KPI/SP/IV/07
PUTUSAN MK SOAL KPI TIDAK MEMBAHAS SUBSTANSI TUNTUTAN

SIARAN PERS
Nomor: 006/K/KPI/SP/IV/07
PUTUSAN MK SOAL KPI TIDAK MEMBAHAS SUBSTANSI TUNTUTAN
Melalui surat ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memandang perlu menjelaskan kepada masyarakat bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) dan Pengujian Undang-undang (PUU). Putusan MK terkait dua perkara ini sama sekali tidak menyinggung perihal pemberian kewenangan, apalagi memenangkan, pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) kepada Menkominfo. Dalam putusan No. 30/SKLN-IV/2006 tersebut, MK tidak memasuki pokok perkara tuntutan karena menganggap KPI tidak memiliki legal standing untuk mengajukan SKLN sebagaimana disyaratkan pada pasal 61 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal tersebut dinyatakan Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.
Sedangkan dalam putusan No. 31/PUU-IV/2006, legal standing position KPI untuk meminta pengujian UU 32/202 juga tidak dapat diterima, karena tidak mungkin KPI mengajukan permohonan pengujian terhadap undang-undang yang melahirkannya yang berarti sama dengan mempersoalkan eksistensi atau keberadaannya sendiri.
Dalam tuntutannya soal Pengujian PUU, KPI meminta MK untuk menyatakan dengan tegas kewenangan pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) diberikan oleh KPI. KPI berpendapat, setelah berlakunya undang-undang penyiaran, pemerintah seharusnya tidak lagi menjadikan media sebagai alat propaganda seperti halnya di masa lalu. Untuk itu, Undang-undang Penyiaran mengamanatkan pengaturan di bidang penyiaran harus dilaksanakan oleh lembaga negara independen yaitu KPI.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 33 ayat 5 terdapat anak kalimat "....izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh Negara melalui KPI". Pasal tersebut menjadi sumber persengketaan antara KPI dan Depkominfo soal kewenangan pemberian IPP. Frasa "oleh Negara" dalam pasal tersebut oleh Depkominfo ditafsirkan sebagai Pemerintah, sehingga dalam paket peraturan pemerintah tentang penyiaran dimuat bahwa IPP diberikan oleh pemerintah. Kepada MK, KPI meminta IPP diberikan oleh KPI. Sayangnya, MK tidak memberi keputusan soal pokok perkara tersebut. MK menganggap sengketa kewenangan ini adalah sengketa dalam Peraturan Pemerintah dan bukan dalam Undang-undang.
Sedangkan terkait dengan pemberitaan di beberapa media yang menyebutkan KPI bukan merupakan lembaga negara, KPI Pusat perlu menjelaskan bahwa KPI adalah lembaga negara yang dilahirkan oleh Undang-undang, yakni Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, namun bukan lembaga negara yang eksplisit disebut keberadaannya oleh Konstitusi (UUD 1945). Pengakuan KPI sebagai lembaga negara juga telah disampaikan oleh MK dalam putusan PUU No.005/PUU-I/2003. KPI berharap penjelasan di atas dapat meluruskan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan KPI dalam struktur ketatanegaraan kita. Dengan demikian, Putusan MK di atas tidak memiliki implikasi apapun terkait persoalan siapa yang berwenang mengeluarkan IPP.
Saat ini, KPI akan tetap meneruskan langkah hukum melalui Judicial Review terhadap paket Peraturan Pemerintah di bidang Penyiaran yang telah diajukan ke MA tahun lalu serta akan mengambil langkah-langkah politik dengan membawa persoalan ini ke DPR RI. Sementara mengenai proses perizinan, KPI akan tetap melaksanakannya sesuai Peraturan KPI No.03/P/KPI/08/2006.
Jakarta 18 April 2007
Ketua KPI Pusat,
Sasa Djuarsa Sendjaja
Home

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.