Moldova -- Moldova menangguhkan lisensi enam stasiun televisi yang ada di negaranya pada Jumat (16/12/2022). Penangguhan itu disebabkan upaya mencegah risiko penyebaran disinformasi. Enam stasiun televisi itu adalah First in Moldova, RTR Moldova, Accent TV, NTV Moldova, TV6 dan Orhei TV.

Empat dari saluran televisi tersebut telah secara teratur melakukan penyiaran ulang program dari saluran televisi Rusia. Saluran televisi Rusia disebut menyebarkan disinformasi dan propaganda perang yang berkelanjutan oleh Dewan Eropa.

Perang Rusia-Ukraina telah menjadi salah satu kanal khusus di berbagai saluran televisi di seluruh dunia. Liputan perkembangan perang terus diperbarui kabarnya.

Namun otoritas Moldova pada Jumat, menangguhkan lisensi siaran untuk enam saluran televisi di negara itu karena dinilai menyebarkan informasi yang salah dalam perang Rusia-Ukraina.

Dilansir RFE/RL, keenam saluran tersebut dimiliki atau berafiliasi dengan pengusaha Ilan Shor. Dia merupakan buronan pengadilan Moldova dan telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Perdana Menteri Moldova, Natalia Gavrilita, mengatakan bahwa enam stasiun televisi itu secara serius dan berulang melanggar Kode Layanan Audiovisual pemerintah Moldova. 

Ilan Shor, yang diduga berafiliasi dengan saluran televisi yang lisensinya ditangguhkan, merupakan politikus yang pernah menjadi wali kota Orhei di Moldova. Dia merupakan pemimpin Partai Shor yang disebut memiliki hubungan baik dengan Rusia.

Ilan Shor saat ini menjadi buron. Inggris menjatuhkan sanksi kepadanya karena terlibat insiden penipuan bank. AS juga menjatuhkan sanksi kepada Shor karena terlibat kerja sama dengan Rusia.

"Kami tidak dapat menerima bahwa dalam masa yang penuh tantangan ini, keamanan negara dan kehidupan damai warga negara terancam oleh para buronan yang hanya menginginkan satu hal, melarikan diri dari keadilan," kata Maia Sandu, Presiden Moldova, dikutip Al Jazeera.

Salah satu dari stasiun televisi yang lisensinya ditangguhkan, yakni TV6, menyebut bahwa keputusan itu tidak memiliki dasar sama sekali. Mereka mengatakan bahwa penangguhan lisensi merupakan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kebebasan berekspresi, kebebasan editorial dan kebebasan jurnalis, kutip Associated Press.

Perang Rusia di Ukraina merupakan hal yang sensitif di Moldova. Negara itu berbatasan dengan Ukraina dan memiliki wilayah yang didukung oleh Rusia, yaitu Transnistria. Secara internasional wilayah Transnistria milik Moldova tapi sampai saat ini merupakan rumah bagi pasukan Rusia.

Moldova merupakan negara bekas pecahan Uni Soviet yang memiliki populasi sekitar 2,6 juta orang. Ribuan orang yang berada di wilayah Transnistria mengidentifikasi diri mereka sebagai bangsa Rusia. Bahkan pasukan separatis wilayah tersebut, pernah secara terbuka ingin bergabung dengan Federasi Rusia. Red dari berbagai sumber

 

 

Latvia -- Latvia telah membatalkan lisensi stasiun televisi independen Rusia, TV Rain, setelah perusahaan tersebut dicap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional. Hal ini diungkapkan regulator penyiaran negara pada Selasa, pekan lalu.

TV Rain, atau Dozhd, yang berhaluan liberal, beralih ke penyiaran dari Latvia dan negara-negara lain pada Juli, setelah dipaksa menutup studionya di Moskow menyusul invasi Rusia ke Ukraina.

Namun, stasiun tersebut telah menimbulkan kontroversi baru-baru ini dan didenda 10.000 euro oleh regulator Latvia pada Jumat lalu. Sebab, mereka menampilkan peta Rusia yang mencakup Krimea yang diduduki. Selain itu, mereka menyebut pasukan Rusia di Ukraina sebagai "tentara kami".

Ketua regulator Latvia, Ivars Abolins, mengatakan kepada wartawan bahwa kontraintelijen dan dinas keamanan internal Latvia telah memberi tahu kantornya bahwa stasiun tersebut merupakan ancaman bagi keamanan negara anggota Uni Eropa.

"Setiap orang harus mengikuti hukum Latvia dan menghormatinya," katanya, seraya menambahkan bahwa siaran akan dihentikan pada Kamis.

TV Rain mengatakan programnya masih bisa dilihat di YouTube. "Kami terus bekerja dan kami menganggap semua tuduhan terhadap kami tidak adil dan tidak masuk akal," kata stasiun itu di Twitter.

Abolins mengatakan regulator yakin TV Rain tidak memahami "esensi dan gravitasi" dari dugaan pelanggarannya.

Latvia menghadapi keretakan yang tumbuh antara mayoritas warga negara Latvia dan minoritas berbahasa Rusia di masyarakat, di tengah kemarahan nasional yang meluas atas invasi Ukraina oleh bekas penguasa Sovietnya.

Larangan TV Rain di Latvia datang sembilan bulan setelah Rusia mengumumkan bahwa mereka memblokir stasiun tersebut. Moskow menuduhnya menyebarkan "informasi palsu yang disengaja tentang tindakan personel militer Rusia" di Ukraina.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Selasa bahwa langkah Latvia menunjukkan negara asing tidak lebih bebas dari Rusia.

"Beberapa selalu berpikir bahwa di tempat lain lebih baik daripada di rumah. Dan beberapa selalu berpikir bahwa kebebasan ada di tempat lain dan tidak ada kebebasan di rumah. Ini adalah salah satu contoh paling jelas yang menunjukkan kekeliruan ilusi semacam itu," katanya.

TV Rain meminta maaf kepada pemirsanya dan memecat seorang pembawa acara pada Jumat setelah Dinas Keamanan Negara Latvia meluncurkan penyelidikan atas komentar yang dia buat saat disiarkan. Pembawa acara mengatakan dia berharap upaya stasiun itu akan membantu menyediakan peralatan dan fasilitas dasar bagi tentara Rusia.

Pemimpin redaksi TV Rain Tikhon Dzyadko menyebut komentar itu "menyesatkan". Ia men-tweet Jumat lalu, "TV Rain tidak, tidak, dan tidak akan bertindak untuk membantu memasok tentara Rusia".

Badan Keamanan Negara Latvia mengatakan pekan lalu pihaknya telah berulang kali memperingatkan para pembuat kebijakan tentang tantangan "yang berasal dari apa yang disebut media independen Rusia yang memindahkan aktivitas mereka ke Latvia", dengan mengatakan bahwa hal itu menimbulkan risiko intelijen. Red dari berbagai sumber/tempo.co

 

Qatar - Gol kedua Jepang oleh Ao Tanaka menjadi catatan kontroversial Piala Dunia 2022 sejauh ini. Masyarakat dan lembaga penyiaran dibiarkan menebak mengenai keabsahan gol karena tak ada penjelasan yang memadai dari FIFA.

Fernando Guerrero, video match official yang bertugas, tak memiliki bukti definitif bahwa bagian dari bola ada di garis. Namun, penilaian tidak mesti pada bola yang menyentuh tanah.

Dalam kasus Tanaka, bagian bawah bola yang menyentuh tanah memang telah berada di luar garis. Tapi, terdapat sebagian sisi yang masih menggantung di garis putih walaupun tipis.

“Kelengkungan yang menjorok ke garis juga diperhitungkan, bahkan jika sebagian kecil bola melakukannya,” dikutip ESPN, Jumat (2/12/2022). Dalam hal ini, teknologi pelacakan baru FIFA tidak dapat digunakan untuk menentukan bola masuk atau keluar dari permainan.

Saat terjadi insiden seperti ini, biasanya kamera garis gawang digunakan untuk membuat keputusan. Sayangnya, FIFA tidak segera merilis penjelasan secara detail, dalam hal ini, membagikan pembacaan VAR ke lembaga penyiaran.

Perusahaan televisi dibiarkan menebak-nebak bukti yang digunakan untuk membuktikan bola masih hidup. Imbasnya, penonton jadi bertanya-tanya apakah gol tersebut sah atau tidak. FIFA harus memberikan panduan untuk memberi tahu para pemirsa dan penggemar sepak bola di seluruh dunia.

Sebuah foto dari kamera yang sejajar dengan garis gawang juga tampak membuktikan sejumlah kecil bola menjorok ke garis. Itu akan memberi VAR bukti untuk membatalkan keputusan di lapangan dan memberikan gol.

Satu jam setelah pertandingan Associated Press merilis foto bagaimana Tanaka menukil bola di garis setelah diumpan oleh Mitoma. Bukti itu tidak diberikan oleh FIFA, dan itu adalah salah satu masalah yang melekat pada VAR.

“Kurangnya komunikasi dari FIFA atas pembatalan VAR di turnamen ini telah sepenuhnya menyoroti terputusnya hubungan antara sistem dan penggemar yang menonton; tidak pernah ada kejelasan yang ditawarkan pada saat apa pun,” katanya.

Tidak seperti di Liga Premier, di mana hasil VAR dibagikan kepada penyiar selama peninjauan. Jika peninjauan VAR ingin benar-benar diterima, masalah ini harus jadi perhatian serius. Red dari berbagai sumber

 

Paris – Operator satelit Eropa, Eutelsat, akan meminta stasiun-stasiun penyiaran untuk berhenti menayangkan saluran berita berbahasa Inggris Press TV, yakni media televisi milik pemerintah Iran. Hal itu merupakan tindak lanjut dari sanksi yang diberlakukan Uni Eropa kepada 29 pejabat Iran dan Press TV bulan lalu.

“Eutelsat telah menilai konsekuensi dari adopsi oleh Uni Eropa pada 14 November 2022, sanksi tambahan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius di Iran. Eutelsat telah menghubungi para mitranya yang menyiarkan Press TV, untuk menegakkan penghentian penyiaran sesegera mungkin,” kata Eutelsat dalam sebuah pernyataan, Rabu (7/12/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi baru kepada Iran bulan lalu, menargetkan 29 individu dan tiga organisasi. Menteri dalam negeri Iran, komandan Garda Revolusi, dan stasiun televisi pemerintah Iran, Press TV, termasuk di antara mereka yang terjerat sanksi baru perhimpunan Benua Biru.

Sanksi terbaru terhadap Iran merupakan respons Uni Eropa atas aksi represif negara tersebut dalam menghadapi gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini.

“Uni Eropa mengutuk keras tindakan keras yang tidak dapat diterima terhadap pengunjuk rasa. Kami berdiri bersama rakyat Iran serta mendukung hak mereka untuk memprotes secara damai dan menyuarakan tuntutan serta pandangan mereka secara bebas. Kami hari ini menjatuhkan sanksi tambahan kepada mereka yang bertanggung jawab atas penindasan para pemrotes Iran," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, 14 November lalu.

Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada empat anggota “polisi moral” Iran yang secara sewenang-wenang menahan Mahsa Amini. Selain itu, kepala provinsi Pasukan Penegakan Hukum Iran dan Korps Garda Revolusi Iran, serta Komandan Pasukan Darat Angkatan Darat Iran Brigadir Jenderal Kiyumars Heidari, turut masuk dalam daftar individu yang terjerat sanksi. Mereka dipandang bertanggung jawab atas penindasan brutal terhadap massa pengunjuk rasa yang memprotes kematian Mahsa Amini.

Selain mereka, Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi kepada Kepala Polisi Siber Iran Vahid Mohammad Naser Majid. Dia dianggap berperan dalam proses penangkapan orang-orang yang mengekspresikan dan menyampaikan kritik terhadap pemerintah Iran melalui media sosial.

Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi turut disanksi Uni Eropa. Vahidi dipandang bertanggung jawab atas Pasukan Penegakan Hukum Iran. Stasiun televisi pemerintah Iran, Press TV, menjadi salah satu organisasi yang tak luput dari sanksi. Uni Eropa menilai, Press TV berkontribusi dan bertanggung jawab dalam memproduksi sekaligus menyiarkan pengakuan paksa para tahanan.

Sanksi yang diterapkan Uni Eropa terhadap individu-individu dan organisasi-organisasi terkait antara lain larangan bepergian, pembekuan aset, serta melarang warga dan perusahaan Uni Eropa menyediakan dana bagi mereka.

Saat ini Iran tengah dibekap krisis akibat gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun. Pada 13 September lalu, dia ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. Red dari reuters/republika

 

 

India - Pendiri New Delhi Television (NDTV), yakni Radhika dan Prannoy Roy telah mengundurkan diri sebagai direktur menyusul kabar bahwa miliarder Gautam Adani akan menjadi pemilik baru jaringan berita terkemuka di India itu.

Dikutip dari BBC, Jumat (2/12/2022) dengan pendapatan sekitar USD 51 juta (sekitar Rp 790,5 miliar) dan keuntungan sederhana sebesar USD 10 juta, NDTV mungkin bukan pembelian yang menguntungkan bagi Adani, di mana perusahaan konglomeratnya memiliki kapitalisasi pasar sebesar USD 260 miliar atau setara Rp 4 kuadriliun.

Tetapi NDTV adalah jaringan paling terkenal di India yang memelopori analisis suara berbasis data, segmen acara pagi hari, dan sejumlah program teknologi dan gaya hidup di TV.

Hari ini, NDTV memiliki kehadiran online yang kuat, mengklaim sekitar 35 juta pengikut di seluruh platform.

Adani percaya, NDTV merupakan platform penyiaran dan digital yang paling cocok untuk mewujudkan visinya.

"Mengapa Anda tidak dapat mendukung satu rumah media untuk menjadi mandiri dan memiliki jejak global? India tidak memiliki satu (outlet) tunggal untuk dibandingkan dengan Financial Times atau Al Jazeera," ujar orang terkaya ketiga di dunia itu kepada Financial Times.

Pada Maret 2022, perusahaan baru Adani yaitu AMG Media Networks Limited membeli saham minoritas di Quintillion, sebuah perusahaan berita bisnis digital.

Menurut penulis biografi sang miliarder, yakni RN Bhaskar, mengatakan bahwa Adani kemungkinan mengharapkan pembelian media yang bernilai lebih besar.

"Investasi Quintillion terlalu sedikit untuk mendapat perhatian Adani. Jadi, apakah dia punya rencana yang lebih besar?" tulis Bhaskar dalam bukunya.

Radhika Roy pernah menceritakan bahwa NDTV yang dia dirikan bersama dengan suaminya, Prannoy Roy adalah "kecelakaan yang membahagiakan".

Pasangan itu meluncurkan NDTV dengan sebuah acara bertajuk The World This Week di Doordarshan yang dikelola negara pada November 1988 dengan "tidak ada rencana besar".

Mereka saat itu tidak mengira NDTV akan tumbuh dari menjadi produser acara berita dunia mingguan ke jaringan berita swasta 24/7 pertama di India dan penyiar berita independen.

Lebih dari tiga dekade kemudian, NDTV dikabarkan akan dibeli Gautam Adani, orang terkaya ketiga di dunia setelah Elon Musk dan Jeff Bezos. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.