Jakarta - Maskapai Emirates telah meluncurkan ICE (Information, Communication, Entertainment) TV Live sebagai upaya menyajikan hiburan terkini di pesawat. Emirates saat ini bersiap untuk menawarkan ICE TV Live dengan pilihan mulai dari saluran berita dunia BBC World News dalam Bahasa Inggris, BBC Arab, Euronews, dan untuk penggemar olahraga ada Sport24 saluran acara olahraga utama di seluruh dunia.

Sebagai sponsor utama acara-acara olahraga global, Emirates melihat kekuatan olahraga dan kemampuannya untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh dunia. Tayangan utama Sport24 pada bulan Februari ini termasuk pertandingan Liga Inggris Premier dan Bundesliga.

"Instalasi tipe satelit komunikasi yang memungkinkan siaran langsung televisi di pesawat tidaklah mudah," kata Adel Al Redha, Executive Vice-President of Engineering and Operations, Senin (11/2/2013).

Menurut Al Redha, Emirates melanjutkan upaya untuk memperluas fitur-fitur dari sistem hiburan di pesawat bersama dengan mitranya, Panasonic.

Pada tahun ini, ICE TV Live akan pula ditambah tayangan dari Australian Open, Wimbledon, US Open Tennis, ATP Tour Masters 1000 Series, ATP World Tour Finals, US Open Golf, serta British dan Irish Lions Tour.

Emirates ditunjuk sebagai mitra global Formula 1, tayangan dimulai dengan yang terdekat pada musim 2013 dan ICE TV Live akan menayangkan ajang Formula 1 untuk meyakinkan para penumpang Emirates penggemar olahraga agar tidak melewatkan satu aksi favoritnya.

Berbagai saluran ICE TV Live tentu akan melengkapi aneka jenis hiburan Emirates dan pilihan komunikasi. Emirates adalah maskapai pertama yang memperkenalkan penggunaan telepon GSM di dalam pesawat dan mengekspansi terobosan ini pada penggunaan wi-fi dan kemudian pada siaran langsung televisi.

Dengan tambahan terbaru ini, Emirates saat ini menawarkan wi-fi pada 32 pesawat, termasuk A380, ditambah dengan penggunaan telepon seluler pada 98 Boeing 777, Airbus 1330-200, A340-300/500 dan pesawat A380. Red dari kompas


Tokyo - Jepang dan Britania Raya (UK) kini sedang mempersiapkan siaran resolusi ultra definisi tinggi (UHD). Laporan koran Asahi menyebutkan Kemenkominfo Jepang telah memulai persiapan untuk penyiaran digital dalam format 4K UHD (Ultra High Definition) ini, yang menawarkan resolusi gambar maksimum 3840×2160 piksel. Dalam rencana baru ini, pemerintah menargetkan secepat-cepatnya siaran UHD sudah dapat diakses oleh publik pada saat Piala Dunia 2014 mendatang, maju dari rencana awal pada 2016.

Besarnya bandwidth yang diperlukan masih menjadi hal yang sulit di tengah semakin terbatasnya lebar pita frekuensi di area digital teresterial. Pada permulaan, siaran UHD akan tersedia melalui kabel, kemudian melalui satelit.

Meskipun Jepang terlihat memelopori penyiaran UHD, Korea Selatan juga berkompetisi dengan Jepang saat ini, yang sama-sama memanfaatkan momentum Piala Dunia.

BBC (British Broadcasting Corporation), lembaga penyiaran publik terbesar di Britania Raya, sudah memulai eksperimen dengan format UHD sejak 2008 lalu, bekerja sama dengan RAI Italia dan NHK Jepang. BBC juga merekam konten Olimpiade London 2012 lalu dalam format 8K UHD, dikembangkan bersama dengan NHK.

Di acara Consumer Electronic Show 2013 yang tahun ini diselenggarakan di Las Vegas, AS, sejumlah televisi dari LG, Samsung, dan Toshiba dengan dukungan 4K UHD dipertunjukkan pada publik.

Namun di tengah ramainya perhatian akan format UHD ini, sejumlah kalangan mempertanyakan substansi penyiaran dengan format ini, termasuk oleh BBC yang menilai langkah Jepang “terburu-buru”. Bagi mereka, lebih baik untuk langsung melompat ke format 8K UHD yang akan dengan cepat menggantikan 4K UHD.

Format Penyiaran Digital

Sebagian besar negara-negara maju telah mematikan siaran analog mereka. Amerika Serikat mematikan siaran analog mereka pada tahun 2009 secara serentak dan mengadopsi format ATSC. Jepang mematikan siaran analog secara serentak pada 2011 dan memilih standar ISDB. Sedangkan Britania Raya menerapkan standar DVB pada tahun 1997, memulai mematikan siaran analog pada 2007 secara bertahap dan berakhir pada 2012.

Indonesia mulai April 2013 akan memulai kampanye resmi televisi digital, di mana Kemenkominfo menargetkan untuk mematikan siaran analog pada 2017. Indonesia akan mengadopsi standar DVB-T2, serupa dengan yang dipergunakan di Britania Raya.

Penerapan resolusi HD dalam format ATSC, DVB, dan ISDB bukan tanpa masalah. Standar awal ATSC dan DVB yang mengadopsi MPEG-2 tidak efisien untuk penyiaran resolusi tinggi. ATSC dimutakhirkan pada tahun 2008 untuk mendukung kompresi H264 AVC. DVB dimutakhirkan dengan DVB-T2/DVB-S2 yang mendukung kompresi H264 AVC, memungkinkan hingga lima saluran native HD dalam satu multipleks. Penerapan ISDB-T di Jepang masih tersandung di format MPEG2 dan hanya mendukung resolusi maksimal 1440×1080.

Televisi digital menawarkan keunggulan dari televisi analog biasa, antara lain kualitas gambar yang jernih, mampu mengakomodasi banyak saluran, serta menawarkan layanan interaktif dan konten HD. Red

altPemerintah Afrika Selatan meminta rakyatnya untuk bersiap menghadapi kedatangan TV digital. Kedatangan tersebut dijadwalkan terjadi sebelum Piala Dunia tahun 2010, sehingga membebaskan spektrum siaran yang sangat berharga di seluruh negeri untuk penggunaan-penggunaan yang belum sepenuhnya dipahami dan teknologi-teknologi yang belum juga tersedia. Lalu, rencana kedatangan tersebut ditunda. Target kedatangan yang lebih realistis pun dibuat, dan pemerintah meminta pabrik elektronik lokal untuk mempersiapkan diri mereka mengikuti proses lelang untuk memproduksi set-top boxes yang bisa mengubah kode sinyal digital. Rencana ini akan dilakukan pada bulan Nopember 2011. Kotak-kotaknya akan disubsidi, dan transisinya akan menjadi sebuah kesempatan baik untuk mengembangkan pabrikan lokal. Akan tetapi rencana ini juga kembali ditunda.

Kini, dengan batas waktu Juni 2015 untuk perubahan ke TV digital yang semakin dekat, Menteri Komunikasi Afrika Selatan sekali lagi mencoba memulai transisi yang sudah dilakukan oleh banyak negara lain. Pemerintah dan sektor swasta sekali lagi menghadapi berbagai masalah, dan masalah-masalah ini unik bagi Afrika Selatan.

Di Amerika, meskipun sedikit tertunda, ketika Amerika beralih ke TV digital pada tahun 2009, proses awalnya nampak berlangsung mulus. Banyak kekhawatiran yang dialami oleh para politisi Amerika dan pakar industri pada waktu itu kini melanda Afrika Selatan.

Kini dikhawatirkan rakyat miskin akan sangat terpengaruh dengan pergantian ini. TV digital baru akan memerlukan sebuah kotak konverter yang harganya sekitar Rp. 800.000, angka yang sulit dijangkau oleh banyak rakyat Afrika Selatan. Dari 11.5 juta rumahtangga dengan televisi di negeri ini, diperkirakan 5 jutanya  tidak akan mampu membeli kotak konverter tersebut, berapa pun harganya.

Pemerintah melihat kebutuhan ini sebagai sebuah kesempatan, dan berjanji akan memberikan subsidi besar berupa jutaan set-top boxes bagi rakyatnya yang miskin. Pemerintah juga berjanji akan bekerjasama dengan para produsen di Afrika Selatan untuk membuat kotak-kotak untuk memenuhi pasar lokal, dengan menyediakan sekitar Rp. 300 milyar setiap tahunnya selama 2 tahun subsidi. Pemerintah berharap untuk kemudian bisa mengekspor kotak-kotak konverter tersebut ke negara-negara tetangga ketika mereka juga harus melakukan perpindahan digital ini.

Namun demikian, penundaan-penundaan yang sebelumnya terjadi dan kurangnya komunikasi antara pemerintah dan sektor industri swasta telah membuat banyak pihak khawatir. Mereka mengatakan bahwa subsidi - berdasarkan pada sistem vocer yang ditukar di toko ritel - tidak efisien dan uangnya lebih baik digunakan untuk  mendukung sektor industri secara langsung.

Perusahaan-perusahaan telekomunikasi Afrika Selatan sedang secara teliti menghitung jumlah spektrum yang akan dibebaskan untuk keperluan perubahan digital ini. Banyak pihak melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk mulai memasarkan pitalebar nirkabel (wireless broadband) ke seluruh penjuru Afrika Selatan. Transisi di bidang ekonomi yang berkaitan dengan konten siaran mungkin bisa menjadi cetakbiru (blueprint) bagi transisi-transisi sejenis di Afrika bagian selatan.

Afrika Selatan juga merupakan anggota International Telecommunication Union (ITU). Organisasi ini menghimbau anggota-anggotanya untuk melakukan transisi ke TV digital paling lambat 17 Juni 2015. Red dari Dave Mayers terjemahan Agus Santoto

altTransisi dari penyiaran TV terestrial analog ke digital menyediakan berbagai kesempatan dan tantangan bagi pemerintah, broadcaster, regulator, dan masyarakat umum. Penyiaran TV terestrial digital membuka peluang untuk menambahkan layanan-layanan program baru dan multimedia yang interaktif.  Artikel berikut  menggambarkan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyiapkan sebuah peta jalan atau ’road map’ agar transisi analog ke digital bisa berlangsung mulus di Wilayah Arab.
Rencana GE06

Sebuah rencana penyiaran digital, yang meliputi 116 negara (khususnya Afrika dan Eropa), telah disetujui untuk gelombang frekuensi 174-230 MHz dan 470-862 MHz dalam Konperensi Radiokomunikasi Regional ITU (RRC 06) di Jenewa pada bulan Juni 2006. Menurut rencana ini (yang dikenal dengan GE06), tanggal akhir batas perpindahan ke digital adalah 17 Juni 2015 (kecuali untuk beberapa negara dalam beberapa gelombang frekuensi yang ditentukan batas akhirnya 17 Juni 2020).

Negara-negara Arab merupakan bagian dari Rencana GE06 ini, dan oleh karena itu mereka juga mempersiapkan diri untuk melakukan perpindahan ke penyiaran TV terestrial digital. Rencana tersebut digambarkan pada tabel di bawah ini. Beberapa negara sudah sangat maju proses pergantiannya, sementara sejumlah negara lainnya baru saja memulai atau bahkan belum mulai sama sekali. Misalnya, Yordania telah mempersiapkan perpindahan ke TV digital dalam dua tahap. Tahap Pertama, meliputi stasiun-stasiun penyiaran TV utama (11 kota),  dimulai pada awal tahun 2012 dan diharapkan selesai akhir tahun 2012. Tahap Kedua, meliputi daerah-daerah pedesaan dan pelosok, akan dilaksanakan pada tahun 2013-2015. Setelah Tahap Pertama akan ada toleransi waktu selama satu tahun untuk memberi waktu kepada para pengguna dalam menyesuaikan perangkat penerima siarannya. Jordan Radio and Television bertanggungjawan atas proses transisi ini, dan anggarannya sudah dialokasikan untuk tahun 2012 dan 2013

Rencana transisi penyiaran digital

12 negara di Wilayah Arab telah melaksanakan, atau memiliki rencana-rencana transisi untuk melaksanakan penyiaran TV terrestrial digital. Sebagian besar negara ini memiliki rencana frekuensinya, dan telah memilih untuk meluncurkan penyiaran video digital -- sesuai dengan standar DVB-T. Namun demikian, hanya segelintir negara yang menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh dalam pelaksanaan rencana ini. Masa transisi ini beragam dari 18 sampai 91 bulan. Dengan pengecualian atas Maroko dan Arab Saudi, sebagian besar negara ini memiliki jumlah transmitter yang sangat terbatas. Sebaliknya, penyiaran lewat satelit yang langsung ke rumah-rumah (DTH -- direct-to-home) tersedia di semua  negara di Wilayah Arab.
Status Negara dalam transisi

Di Algeria, akhir dari TV analog dan transisi penuh ke transmisi digital dijadwalkan terjadi pada tahun 2014. Télédiffusion d’Algérie (TDA) mengumumkan bahwa mereka telah melkasanakan tahap pertama dari rencana tindakan tiga tahap. Penyiaran TV terrestrial digital diharapkan beroperasi pertengahan tahun 2012. IPTV (Internet Protocol Television) telah beroperasi di pasar Algeria sejak Pebruari 2012, meskipun layanannya diberikan oleh Algérie Télécom Group.
TV terrestrial digital tidak beroperasi di Bahrain tetapi Nuetel  meluncurkan layanan IPTV pada bulan Februari 2007, dan sebelum September 2011 layanan-layanan ini disediakan oleh Reef Island dan Amwaj Island. Pada waktu yang hamper bersamaan, Batelco, operator saat ini, meluncurkan layanan IPTVnya di bidang-bidang yang baru berkembang di Reed Island.  Layanan TV Mobile di Bahrain telah disediakan oleh Viva.

Mesir memiliki jumlah terbesar saluran satelit untuk DTH (direct-to-home) di Wilayah Arab.  Terkait dengan TV digital, NTRA (National Telecom Regulatory Authority/Otoritas Regulator Telekomunikasi Nasional) kini sedang mempertimbangkan gelompbang spektrum 790-862 MHz sebagai bagian dari dividen digital dan juga akan mempertimbangkan gelombang 698-790 MHz sebagai perluasan di masa depan. Para operator seluler kini sedang menawarkan televisi seluler. EAMS (Egyptian Advanced Multimedia Systems) akan menjadi penyedia layanan IPTV berbasis satelit, ketika mereka sudah mulai operasi komersialnya. Layanan TV seluler disediakan oleh Mobinil dan Etisalat Misr.

TV Alsumaria merupakan satu-satunya saluran yang memiliki TV digital terrestrial di Irak. Dengan menggunakan sistem penyiaran video digital -- technologi genggan (DVB-H), Mobision, bagian dari Alsumarian Broadcasting Service Company, merupakan satu-satunya penyedia layanan TV seluler di Irak.

IPTV juga ditawarkan di pasar Yordania, dengan Orange Jordan sebagai penyedia utama.  Orange Jordan secara komersil meluncurkan layanan IPTV dan video-on-demand pada akhir tahun 2008, dan kini menjadi satu-satunya penyedia layanan TV seluler melalui 3G di Yordania.

Penyiaran TV terrestrial digital belum beroperasi di Kuwait tetapi sebuah persetujuan yang ditandatangani tahun 2006 menyebutkan bahwa DVB-T akan dilaksanakan tahun 2015. Layanan TV seluler disediakan oleh dua operator seluler Zain Kuwait dan Viva.

Layanan-layanan iaran TV di Lebanon disediakan oleh TV analog free-to-air UHF (Ultra-High Frequency), distribusi TV kabel dan nirkabel yang tidak berijin, sistem distribusi video multipoint, dan TV satelit DTI. Semua penyiar TV terestrial UHF di Lebanon menggunakan jaringan transmisi analog dengan beberapa lokasi pemancar. Layanan TV digital utama disediakan oleh para operator DVB-MS (digital video broadcasting multipoint distribution satellite).TV seluler belum beroperasi di pasar Lebanon.

Di Libya, Libyana menyediakan layanan TV seluler, dan bekerjasama dengan Enensys (perusahaan Perancis) memulai percobaan teknologi TV seluler DVB-H di Tripoli tahun 2007. IPTV saat ini tidak beroperasi di negeri ini.
Mauritania masih tertinggal dalam hal penyiaran digital. Tidak ada TV seluler maupun IPTV di negeri ini. Tahun 2011, Mauritania memiliki satu saluran terestrial digital dan satu saluran satelit DTH, dua-duanya dimiliki oleh pemerintah.

Di Maroko, Société Nationale de Radiodiffusion et de Télévision menyediakan penyiaran TV seluler dan terestrial digital. Maroc Telecom menyediakan TV seluler 3G, sementara Meditel dan Maroc Telecom menyediakan layanan IPTV.

Oman merupakan satu-satunya negara di Wilayan ini yang tidak memiliki TV terestrial digital. Semua saluran lokal disiarkan melalui DTH satelit. Namun demikian, sesuai dengan Telecommunication Regulatory Act,  yang disahkan melalui Royal Decree Nomor 30/2002, dan Executive Regulations dan Telecom Sector Policy, Telecommunications Regulatory Authority sedang dalam proses mengembangkan regulasi untuk mengenalkan teknologi DVB-H di negeri ini. IPTV belum beroperasi di Oman, meskipun tidak ada peraturan yang melarang para pemegang lisensi penyiaran seluler dan penyiaran nasional untuk menawarkan layanan IPTV.  Operator seluler Nawras dan Oman telah menyediakan TV seluler 3G sejak 2009.

Di Qatar, transmisi penyiaran terestrial digital belum beroperasi. Operator yang ada sekarang, Qtel, menyediakan layanan IPTV dan TV seluler (IP-based). Transmisi penyiaran digital mulai di Arab Saudi pada Juni 2006. Tahap pertama transmisi penyiaran TV terestrial digital meliputi 40 kota. Saudi Telecom Company (STC) menawarkan layanan-layanan IPTV dan triple-play melalui jaringan FTTH (‘fibre-to-the-home/serat optik ke rumah). Pada Agustus 2010, STC mengumumkan peluncuran ‘Invision’, sebuah layanan yang mengemas IPTV, Internet pitalebar, dan telepon tetap. Layanan-layanan TV seluler disediakan oleh tiga operator seluler.

Di Sudan, transmisi penyiaran terestrial digital dilaporkan sudah beroperasi, tetapi belum ada IPTV maupun TV seluler yang operacional. Layanan IPTV dan TV seluler belum beroperasi di Republik Arab Siria. Kementrian Informasi merencanakan peralihan layanan terestrial dari analog ke digital pada pertengahan tahun 2011 tetapi pelaksanannya ternyata difunda.

Televisi terestrial digital di Tunisia diatur melalui National Broadcasting Corporation. Proyek TV terrestrial digital Tunisia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, yang sudah mulai tahun 2001, termasuk pelaksanaan eksperimen yang dilakukan di Boukornine tentang unit penyiaran TV digital dengan menggunakan sistem DVB-T dan kompresi MPEG-2. Bagian dari tahap ke dua diselesaikan pada tahun 2009, dan meliputi digitasi jaringan transmisi antara studio produksi dan stasiun penyiaran yang berbeda.Tunisie Telecom mengumumkan bahwa mereka sedang dalam proses meningkatkan kapasitas jaringannya agar bisa mulai memberikan layanan-layanannya termasuk IPTV, tetapi layanan tersebut sampai kini belum beroperasi. Pada Desember 2011, Orange Tunisie merupakan satu-satunya penyedia layanan TV seluler di negeri ini.

Otoritas Regulator Telekomunikasi United Arab Emirate (Telecommunication Regulatory Authority) menerbitkan rencana peralihan digital terestrial pada bulan Desember 2009. Menurut rencana empat tahap ini, para operator penyiaranan TV analog yang ada sekarang harus menghentikan transmisi TV analognya pada Desember 2013 paling lambat. IPTV ditawarkan melalui E-Vision and du, anak perusahaan Etisalat. Untuk TV seluler DVB-H, TRA (Telecommunication Regulatory Authority) memberi lisensi kepada konsorsium Emirates Mobile Television Corporation pada Nopember 2009.  Pemberian ini menjadikan United Emirate Arab sebagai negara pertama di Wilayah ini yang memberikan lisensi seperti itu.

Palestina dan Yaman masih tertinggal dalam hal penyiaran digital. Layanan-layanan TV seluler, IPTV dan transmisi penyiaran terestrial digital belum beroperasi di negara-negara ini.

Respon pengguna dan operator terhadap transisi

Penyiaran TV satelit digital banyak digunakan di Wilayah Arab meskipun ada beberapa penyedia platform satelit DTH. Jumlah pemirsa TV terrestrial di Wilayah Arab telah menurun tajam karena rumahtangga beralih ke pilihan-pilihan lain dan TV satelit yang lebih kaya programnya.  TV berbayar satelit sangat populer di Wilayah ini tetapi banyak terjadi pembajakan/pirasi. Karena banyaknya konten bebas, para pengguna di Wilayah ini biasanya tidak  membayar konten yang dilihat.

Menunggu sampai teknologinya matang, dan kurangnya permintaan dari pemirsa, merupakan alasan-alasan utama mengapa IPTV dan TV seluler belum dipasarkan di beberapa negara di Wilayah Arab. Alasan-alasan lainnya adalah sumber dana yang kurang, model bisnis yang tidak menguntungkan, kurangnya konten dan tidak jelasnya kerangka aturan atau regulasinya.

Penggerak utama TV seluler dan IPTV antara lain: infrastruktur yang handal dan memadai, konten yang atraktif, model bisnis yang baik, kerangka aturan yang memadai, promosi dan pemasaran yang baik, biaya langganan yang rendah, dan kerjasama antara para pelaku di jaringan bisnis ini.

Tantangan Transisi

Proses transisi ini bukan masalah teknologi yang sederhana. Ada tantangan-tantangan regulasi dan administrasi yang harus dihadapi agar transisinya bisa berlangsung dengan mulus. Salah satunya adalah perlunya para regulator mengkaji kondisi perijinan, termasuk hak-hak atas spektrum dan penyiaran, serta memutuskan pilihan-pilihan teknologi yang beragam seperti misalnya teknologi transmisi, format presentasi TV, teknologi kompresi, dan kebijakan-kebijakan tentang simulcast (penyiaran secara serentak). Para operator juga perlu menentukan pilihan-pilihan rencana jaringan, misalnya MFN (multi-frequency network) dan SFN (single-frequency network). serta mengenali aplikasi-aplikasi utamanya. Para konsumen juga perlu menggunakan set-top boxes atau menukar peralatan analognya dengan alat penerima digital.

Para regulator menyusun prioritas dalam memenuhi hak-hak ini dengan cara yang berbeda sehingga terjadilah kerangka pemberian perijinan untuk TV terestrial digital yang berbeda antar negara, baik bentuk maupun definisinya. Dalam menjelaskan kerangka perijinan, perhatian perlu diberikan kepada tujuan pengaturan atau pembagian spektrum, aturan dan tujuan kompetisi, struktur pasar dan tujuan lingkungan, aturan dan tujuan media, serta kecenderungan-kecenderungan terjadinya konvergensi.

Sejumlah negara di Wilayah Arab tidak memiliki rencana pengaturan spektrum yang efektif, sehingga Wilayah ini harus menghadapi tantangan-tantangan di bidang kebijakan, regulasi dan teknis di lapangan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memperkenalkan kebijakan dan praktek yang harmonis dalam pengaturan spektrum dan membangun kapasitas manusia dan institusi di bidang ini.

Rekomendasi

Transisi ke penyiaran televisi terestrial digital merupakan sebuah proses yang kompleks dan memerlukan keterlibatan legislator, regulator, perusahaan penyiaran (produsen konten, operator jaringan dan penyiaran), pabrik, dan pemirsa. Negara-negara perlu membuat keputusan atas isu-isu teknologi dan politik berdasarkan analisis ekonomi dan teknis, ketersediaan alat-alat yang diperlukan dan kesiapan pemirsa, sementara pada saat yang sama harus memperhatikan peraturan-peraturan internasional seperti ITU Radio Regulations dan komitmen-komitmen regional dan bilateral.

Untuk menyelaraskan penggunaan spektrum di Wilayah Arab, direkomendasikan untuk mengembangkan table alokasi frekuensi regional dan nasional. Negara-negara yang tidak memiliki sistem pengaturan spektrum nasional bisa menggunakan sistem pengaturan spektrum ITU, dikenal dengan SMS4DC, sebagai contoh atau model. Untuk efisiensi penggunaan spektrum, negara-negara di Wilayah ini harus, misalnya, menyusun sebuah mekanisme koordinasi frekuensi yang harmonis, atau mencontoh metode kalkulasi harmonis yang digunakan di Eropa.  Pada saat yang sama, keahlian regional harus terus ditingkatkan melalui ’capacity building’, peningkatan kapasitas/kemampuan.

Disamping itu perlu adanya sebuah pendekatan yang sangat terkoordinasi untuk pelaksanaan transisi ini antar negara, dan koordinasi ini memerlukan partisipasi pemerintah, industi, lembaga keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya sebagai bagian dari usaha bersama untuk menyambungkan Wilayah Arab.

Sumber: https://itunews.itu.int/En/2346-Switching-from-analogue-to-digital-television.note.aspx Red dari terjemahan Agus Satoto

 
Mulai 13 Desember 2012, iklan bersuara keras akan tidak ada lagi di layar TV Amerika. Federal Communications Commission (FCC) Amerika dipimpin oleh Ketuanya Julius Genachowski, akan sungguh-sungguh menegakkan UU Loudness Mitigation Act yang melarang iklan komersial bersuara lebih keras dari program di mana iklan itu tayang.

Aturan ini sendiri sebenarnya sudah ditandatangai sejak 2010. Namun, untuk implementasinya FCC memberi kesempatan siaran-stasiun televisi dan penyedia TV berbayar untuk membuat iklan memastikan memiliki volume rata-rata yang sama dengan program saat iklan itu tayang, jelas FCC itu dalam situs resminya.

Perusahaan-perusahaan yang terkena dampak akan memiliki satu tahun untuk bersiap-siap untuk peraturan baru FCC, yang mulai diberlakukan pada 13 Desember tahun lalu.

Banyak kebijakan FCC yang tidak populer. FCC sendiri seringkali dikritik oleh Hollywood selama beberapa dekade terakhir dan menjadi sasaran empuk pendukung komunitas kebebasan berinternet yang marah karena diisukan bahwa internet akan dipajaki. Namun, kali ini FCC mendapat dukungan dari konsumen yang memang merasa sudah tidak nyaman dengan iklan-iklan yang bersuara keras.

"Kami senang bahwa konsumen akhirnya akan mendapatkan bantuan untuk menangani iklan TV (bersuara keras) ini," kata P. Parul Desai, policy counsel for Consumers Union, ketika diwawancarai Los Angeles Times. "Mungkin satu hal terbaik yang pernah dilakukan pemerintah," tutupnya.


Sumber: http://www.cbsnews.com/

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.