altMagelang - Jumlah jam menonton siaran televisi bagi anak ternyata cukup tinggi. Bahkan, dalam setahun jumlah tersebut lebih tinggi dari jam sekolah. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ezki Suyanto di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang.

Berdasarkan penelitian, kata Ezki, Rabu, kegiatan anak menonton siaran televisi sehari sekitar empat hingga lima jam atau seminggu 30 hingga 35 jam, sehingga dalam setahun mencapai 1.600 jam. "Sementara itu jam sekolah setahun hanya 740 jam, sehingga jam menonton siaran televisi mencapai dua kali lipat dari jam sekolah," katanya.

Ezki mengatakan, jumlah jam menonton pada saat hari libur lebih tinggi lagi daripada hari sekolah.

Ezki menuturkan, kegiatan anak menonton televisi diawali kebiasaan pada usia dini karena pembiasaan oleh orangtua kalau anak menangis langsung diajak melihat siaran televisi agar bisa diam. "Sebagian anak sepulang sekolah langsung mencari siaran televisi yang menjadi kegemarannya," katanya.

Ia mengatakan, waktu luang diisi dengan menonton televisi, bahkan yang lebih memprihatinkan, karena kesibukan orangtua, saat anak menonton tanpa pendampingan orangtua. Padahal, katanya, dampak siaran televisi bisa positif atau negatif. Muatan positif berupa informasi dan pendidikan, sedangkan muatan negatif antara lain seks, kekerasan, bahasa kasar, konsumerisme, mistik, dan gosip.

"Bahkan tindak kekerasan juga tidak luput dari siaran televisi, antara lain, pada sinetron, kartun, dan berita," kata Ezki.

Ia mengatakan, akan mengusulkan kepada pemerintah pada masa liburan, harga tiket di tempat objek wisata lebih murah dari hari biasa agar anak-anak lebih memilih ke tempat hiburan ketimbang menonton televisi. Red dari berbagai sumber

Jakarta – LPP TVRI menggelar acara sosialisasi P3SPS KPI 2012, Kamis, 21 Juni 2012, bertempat di lantai XII GPO. Kurang lebih 50 peserta yang terdiri dari direktur, produser, presenter, editor, dan manager hadir dalam sosialiasasi tersebut.

Anggota KPI Pusat Yazirwan Uyun yang menjadi narasumber pada hari itu, pernah menjabat sebagai Direktur Utama TVRI.  Sambutan hangat dan diselingi tawa mewarnai diskusi ketika mantan Dirut ini mencontohkan apa yang boleh dan tidak boleh ditayangkan menurut P3SPS.  Moderator Tutik Purwaningsih menyampaikan Pak Iwan Uyun adalah bagian dari keluarga besar TVRI dan disebut sebagai “Bapak Kita”. Kehadirannya di TVRI untuk menjelaskan bahwa aturan KPI yaitu P3SPS harus menjadi pedoman bersama insan penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan program acara yang berkualitas.

Dalam diskusi tersebut muncul pertanyaan kritis mengenai perdebatan sejumlah pihak mengenai P3SPS yang baru dilaunching bulan April lalu dan bagaimana penerapannya. Iwan Uyun menegaskan suka atau tidak suka, P3SPS 2012 adalah produk KPI yang harus dihormati. KPI sendiri diberi kewenangan untuk membuat aturan tersebut. Kewenangan itu jelas tercantum dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Memang terdapat perdebatan terkait pasal-pasal P3SPS tersebut. Tapi tolong dihargai langkah KPI untuk membetuk task force bersama asosiasi TV guna membahas pasal-pasal yang dianggap sulit direalisasikan. KPI terbuka menerima masukan dan akan mencarikan jalan keluar dari perdebatan yang ada. Semua ini dilakukan karena kami sadar penyiaran Indonesia melibatkan berbagai pihak ada KPI, masyarakat dan juga ada lembaga penyiaran.

Dalam kesempatan tersebut, Iwan Uyun menyampaikan tidak semua pasal diperdebatkan, jika bisa saya sebutkan di antaranya pembatasan iklan komersiil per hari, larangan promosi rokok yang tidak memperlihatkan wujud rokok, tidak adanya ketentuan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik, ketentuan besaran diskon untuk PSA, sanksi KPI kepada lembaga penyiaran yang belum pernah diputihkan, ketentuan penempatan klasifikasi siaran, dan beberapa yang lainnya.

Pasal-pasal yang diperdebatkan tentu akan dicarikan jalan keluar yang adil dan baik untuk semua pihak. Namun perlu diingat P3SPS ini tetap harus  ada, jangan sampai terjadi kekosongan hukum. Kita berharap kerja task force akan cepat selesai agar dapat memberikan kepastian hukum bagi industri penyiaran.

Iwan Uyun mengingatkan bahwa ada sanksi dalam P3SPS mulai dari teguran tertulis, penghentian sementara, pembatasan durasi dst. Tetapi janganlah sanksi ini membelenggu kreativitas dan membuat TVRI menjadi ketakutan. Jika dilihat pengaduan masyarakat yang masuk ke KPI januari sd Mei 2012 berjumlah 5500 an, TVRI hanya 3 pengaduan. Justru menjadi aneh kalau TVRI banyak melakukan pelanggaran. Apalagi insan pertelevisian di TVRI sudah melalui training atau diklat yang juga memperoleh aturan/pedoman penyiaran tak jauh berbeda isinya dengan P3SPS KPI.

Sambil menunjukkan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait pasal kekerasan, seks, mistik, penghormatan terhadap hak privasi, perlindungan anak, remaja dan perempuan, Iwan Uyun kembali berpesan agar aturan ini harus disadari sebagai pegangan untuk menghasilkan karya yang baik dan bermanfaat. Percayalah KPI tidak akan dan juga tidak boleh sewenang-wenang menjatuhkan sanksi tanpa bukti yang jelas. Semua sanksi yang diberikan sudah melalui tahapan pemeriksaan.

Halaman 4 dari 4

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.