Perjuangan KPI Pusat untuk memperoleh Sekretariat akhirnya membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi No.  A/KEP/M.KOMINFO/1/2018 tentang organisasi dan tata kerja sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan tingkat eselon 2a. Hal ini memang tidak sesuai dengan permintaan KPI yang meminta eselon I untuk sekretariat KPI sesuai dengan beban tugas dan kewenangan KPI.

Dari hasil Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI, KPI optimis akan mendapatkan sebuah Sekretaris Jendral sebagaimana yang diharapkan. Sekretariat KPI didukung oleh 1 Kepala Sekretariat dan tim kerja. Sedangkan bagi staf profesional direkrut secara terbuka dan diseleksi berdasarkan kapasitas masing-masing pelamar berdasarkan kebutuhan KPI. staf profesional non PNS antara lain adalah staf ahli, asisten ahli dan sekretaris.

Susunan Ketua Tim Kerja di Lingkungan Sekretariat KPI Pusat sebagai berikut:

Sekretaris KPI Pusat Umri, S.Sos, M.Si
   
Perencanaan Program dan Pelaporan Rivai Nursetyo, SH
Hukum dan Kerjasama Beatrik Dwi Septiana
Pelayanan Informasi dan Humas Mauludi Rachman 
Keuangan  Irania Zahra 
Manajemen SDM. Organisasi dan Tata Usaha Feri Qotro Verhat Amaith
Perlengkapan dan Rumah Tangga Nofiardi Syarif
Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Samdea Anggieta
Pemantauan Isi Siaran  Wijanarko
Perekaman Data dan Editing  Taufiqurrahman
Pengaduan Masyarakat  Wayan Arditaningrum
Penjatuhan Sanksi Rahayu Setianingsih
Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran Imam Waluyo 
Kelembagaan   Wayan Arditaningrum
   
Kelompok Jabatan Fungsional  
Asisten Ahli : Moh. Nur Huda, M.Si
  M. Akbar Yaumul Nahar
  Jehan Mahendra
  Achmad Riyadi
  Anifatul Masruroh
  Intantri Kusmawarni
  Fanda Puspitasari
  Ahmad Halim
  Ni Wayan Hana Pertiwi

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang lahir atas amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). Anggota KPI Pusat (9 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan KPI Daerah (7 orang) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu, anggaran program kerja KPI Pusat dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan KPI Daerah dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. KPI merupakan wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran harus mengembangkan program-program kerja hingga akhir kerja dengan selalu memperhatikan tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

"Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia."

Untuk mencapai tujuan tersebut organisasi  KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID serta pengembangan kelembagaan KPI. Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.

Anggota Bidang kelembagaan:

- I Made Sunarsa (Koordinator)

- Evri Rizqi Monarshi

- Mimah Susanti

- Amin Shabana

Anggota Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran:

- Muhammad Hasrul Hasan (Koordinator)

- Mohamad Reza (Merangkap Wakil Ketua KPI Pusat)

Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran:

- Tulus Santoso (Koordinator)

- Aliyah

- Ubaidillah (Merangkap Ketua KPI Pusat)

Mekanisme pembentukan KPI dan rekrutmen anggota yang diatur oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2002 akan menjamin bahwa pengaturan sistem penyiaran di Indonesia akan dikelola secara partisipatif, transparan, akuntabel sehingga menjamin independensi KPI.

Visi

Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Misi

  1. Mengembangkan kebijakan pengaturan, pengawasan dan pengembangan Isi Siaran;
  2. Melaksanakan kebijakan pengawasan dan pengembangan terhadap Strutur Sistem Siaran dan Profesionalisme Penyiaran;
  3. Membangun Kelembagaan KPI dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran;
  4. Meningkatkan kapasitas Sekretariat KPI

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

Berbeda dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", menunjukkan bahwa penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).

Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berdasarkan Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan) adalah jaminan bahwa kepemilikan media massa yang ada di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.

Apabila ditelaah secara mendalam, Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua semangat utama, pertama pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.

Maka sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (Independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan. Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada ditangan pemerintah (pada waktu itu rejim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan. Sistem penyiaran pada waktu itu tidak hanya digunakan untuk mendukung hegemoni rejim terhadap publik dalam penguasaan wacana strategis, tapi juga digunakan untuk mengambil keuntungan dalam kolaborasi antara segelintir elit penguasa dan pengusaha.

Terjemahan semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, setiap lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Hal ini untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi seperti yang terjadi sekarang. Selain itu, pemberlakuan sistem siaran berjaringan juga dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal. Selama ini sentralisasi lembaga penyiaran berakibat pada diabaikannya hak sosial-budaya masyarakat lokal dan minoritas. Padahal masyarakat lokal juga berhak untuk memperolah informasi yang sesuai dengan kebutuhan polik, sosial dan budayanya. Disamping itu keberadaan lembaga penyiaran sentralistis yang telah mapan dan berskala nasional semakin menghimpit keberadaan lembaga-lembaga penyiaran lokal untuk dapat mengembangkan potensinya secara lebih maksimal. Undang-undang no. 32 Tahun 2002 dalam semangatnya melindungi hak masyarakat secara lebih merata.

Perizinan adalah simpul utama dari pengaturan mengenai penyiaran. Dalam rangkaian daur proses pengaturan penyiaran, perizinan menjadi tahapan keputusan dari negara (melalui KPI) untuk memberikan penilaian (evaluasi) apakah sebuah lembaga penyiaran layak untuk diberikan atau layak meneruskan hak sewa atas frekuensi. Dengan kata lain, perizinan juga menjadi instrumen pengendalian tanggungjawab secara kontinyu dan berkala agar setiap lembaga penyiaran tidak melenceng dari misi pelayanan informasi kepada publik.

Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat teknis (rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), substansi/format siaran (content), permodalan (ownership), serta proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

Sementara itu dari sisi proses dan tahapan, pemberian dan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran akan diberikan oleh negara setelah memperoleh:

o       masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI;

 

o       rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI;

 

o       hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah; dan

o       izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh Pemerintah atas usul KPI.

Pemberian izin dilakukan secara bertahap, yakni, izin sementara dan izin tetap. Sebelum memperoleh izin tetap penyelenggaraan penyiaran, lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 (enam) bulan sedangkan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun. Perlu dicatat, bahwa izin penyiaran yang sudah diberikan dilarang dipindahtangankan (diberikan, dijual, atau dialihkan) kepada pihak lain (badan hukum lain atau perseorangan lain).

Jangka waktu penggunaan izin penyelenggaraan penyiaran dibatasi dalam batas waktu tertentu, yakni untuk izin penyelenggaraan penyiaran radio adalah 5 (lima) tahun dan untuk penyelenggaraan penyiaran televisi adalah 10 (sepuluh) tahun. Izin ini bisa diperpanjang melalui pengajuan kembali untuk kemudian dilakukan evaluasi dan verifikasi ulang terhadap berbagai persyaratan pemberian izin. Izin penyelenggaraan penyiaran yang sudah diberikan dan masih berlaku dimungkinkan untuk dicabut kembali oleh negara jika sewaktu-waktu lembaga penyiaran tersebut:

o       Tidak lulus masa uji coba siaran yang telah ditetapkan (ini berlaku bagi lembaga penyiaran yang belum memiliki izin tetap, yakni untuk lembaga penyiaran radio wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 6 bulan dan untuk lembaga penyiaran televisi wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 tahun);

 

o       Melanggar penggunaan spektrum frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan;

 

o       Tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (tiga) bulan tanpa pemberitahuan kepada KPI;

 

o       Dipindahtangankan kepada pihak lain;

 

o       Melanggar ketentuan rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat penyiaran; atau

 

Melanggar ketentuan mengenai standar program siaran setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

Subkategori

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.