Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman tentang pengaturan dan pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilihan umum di kantor KPU, siang tadi (31/1). Dalam penandatanganan tersebut, KPI diwakili oleh ketuanya, Mochamad Riyanto, sedangkan KPU diwakili juga oleh ketuanya, Husni Kamil Manik. Hadir dalam acara tersebut, komisioner KPI Pusat Idy Muzayyad, Azimah Subagijo, Eski Suyanto dan Iswandi Syahputra. Sedangkan dari KPU sendiri, seluruh komisioner turut hadir dalam penandatangan nota kesepahaman ini.
Dalam sambutannya Riyanto mengatakan, kesepahaman ini adalah usaha KPI untuk membuat penyiaran sepanjang tahapan pemilu berimbang dan mengusung asas keadilan. “Pada prinsipnya, semua partai politik diberikan kesempatan yang sama untuk tampil di televisi dan radio pada masa kampanye yang 21 hari sebelum pencoblosan”, ujar Riyanto. Namun sesuai regulasi yang ada kesempatan tampil melalui iklan itu dibatasi maksimal 10 kali dalam sehari dengan durasi 30 detik untuk televisi dan 60 detik untuk radio.
Riyanto juga menyadari bahwa tidak semua partai politik akan mengambil strategi beriklan di lembaga penyiaran. Namun jika sudah memenuhi kuota maksimal dalam beriklan, partai politik tidak bisa mengambil jatah iklan yang tidak dipakai partai lain. Di sisi lain, lewat kesepahaman ini, KPU punya kesempatan besar untuk memberikan pendidikan politik ke masyarakat dengan memanfaatkan kewajiban lembaga penyiaran menayangkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM). Sehingga, sekalipun partai politik tidak berkesempatan memasang iklan, kebutuhan masyarakat akan pendidikan politik dan sosialisasi tahapan pemilu dapat dipenuhi oleh KPU lewat ILM.
Sementara itu, menurut Idy Muzayyad, pemberian jatah iklan kampanye partai politik hanya pada 21 hari kampanye sebelum pencoblosa, memaksa partai politik untuk langsung bertatap muka dengan rakyat. Selama ini resource dari partai politik banyak dikerahkan untuk iklan kampanye di media penyiaran, utamanya televisi. Padahal, belum tentu iklan-iklan yang dibuat partai politik itu memberikan realitas yang seutuhnya bagi masyarakat. “Bahasa iklan kan, selalu lebih bagus dari aslinya”, ujar Idy.
Aturan lebih rinci soal pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilihan umum rencananya akan dituangkan dalam peraturan bersama KPI dan KPU. Untuk itu, KPI akan menggelar diskusi terbatas bersama pemangku kepentingan penyiaran seperti Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, dan Alliansi Jurnalis Independen. Selain itu KPI juga akan membahas aturan ini bersama partai-partai politik peserta pemilu, sebelum kemudian membahasnya kembali dengan Komisi I DPR RI.