Everyone thinks of changing the world, but no one thinks of changing himself. Ungkapan Leo Tolstoy ini tampaknya dapat dijadikan refleksi untuk membicarakan kondisi penyiaran Indonesia saat ini. Belum selesai pengaturan mengenai

TV analog free to air dan berlangganan, teknologi sudah berkembang ke digital. Belum tuntas digital diimplementasikan di seluruh dunia, kini sudah mulai berkembang Over the Top TV atau kerap disebut TV Broadband.
Over the Top (OTT) TV sendiri sebenarnya bukan merupakan barang baru. Pada pertengahan 90-an banyak orang menyadari potensi internet tidak hanya sebagai medium tukar-menukar data. Namun juga dapat dikembangkan dengan berbagai perangkat komunikasi yang lebih luas.

Selain data, internet sendiri sudah ditumpangi dengan suara atau voice call melalui VoIP (Voice over Internet Protocol). Dengan VoIP, berbincang dengan rekan di tempat yang sangat jauh dapat dilakukan dengan biaya murah, bahkan nyaris gratis. Di dunia Teknologi VoIP diperkenalkan setelah internet mulai berkembang sekitar tahun 1995.  Ini dimulai dengan perusahaan seperti Vocaltech dan kemudian pada akhirnya diikuti oleh Microsoft dengan program Netmeeting-nya. Di Indonesia, komunitas pengguna/ pengembang VoIP di masyarakat, berkembang di tahun 2000.

Komunitas awal pengguna / pengembang VoIP adalah “VoIP Merdeka” yang dicetuskan oleh pakar internet Indonesia, Onno W. Purbo. Teknologi yang digunakan adalah H.323 yang merupakan teknologi awal VoIP. Sentral VoIP Merdeka di hosting di Indonesia Internet Exchange (IIX) atas dukungan beberapa Internet Service Provider (ISP) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet (APJII). Sayangnya VoIP tidak terlalu populer di Indonesia karena perkembangannya terganjal regulasi di sektor telekomunikasi dan dominannya industri jasa penyedia jaringan dan layanan telekomunikasi seluler.

Selanjutnya internet kemudian digunakan sebagai medium tukar menukar video atau video sharing. Perkembangan situs video sharing mulai booming seiring membaiknya kualitas kecepatan jaringan internet yang memungkinkan konten video ditonton secara langsung tanpa harus menunggu buffer. Teknologi ini dikenal secara teknis dengan istilah Television on the Desktop (ToD), TV over IP (Television over Internet Protocol). Hulu, Megavideo, Alluc, Youtube, MetaCafe adalah beberapa situs video sharing yang populer.

Pada awalnya semua situs video sharing berbasis User Generated Content (UGC) atau konten yang berasal dari pengguna dan dapat diakses secara gratis. DI antara situs UGC paling populer, adalah Youtube yang menurut Internet Hitwise, pada Mei 2006 memiliki pangsa pasar sebesar 43 persen.

Tidak perlu menunggu lama, industri konten menyadari potensi yang ada di teknologi internet. Salah satunya yang beranjak berbayar adalah Hulu.com yang pada 2009 berbagi kepemilikan dengan Walt Disney setelah sebelumnya berafiliasi dengan NBC Universal dan News Corp.

Disney menayangkan film-film Disney pada situs tersebut. Persekutuan ini menjadikan tiga dari empat jaringan besar yaitu ABC, NBC, dan Fox berhadapan dengan situs video streamingTV.com yang diakuisisi CBS pada 2008 sebagai bagian dari pembelian Cnet Networks Inc seharga 1,8 Milyar Dolar AS. Sedangkan Youtube sendiri sampai sekarang masih bertahan dengan konsep UGC dan menjadi situs video sharing paling populer saat ini.

Lalu, apa bedanya dengan TV biasa. Sebagai agregator konten, TV Internet punya beberapa keunggulan. Beberapa diantaranya, pengguna dapat melakukan rewind, replay dan pause. Selain itu, pengguna juga dapat memesan film atau acara TV yang disuka kapanpun dan dimanapun, selama terkoneksi dengan internet. Selain itu, TV Internet juga dapat menyiarkan konten yang dibuat secara profesional dan juga disiarkan secara livestreaming. DI Indonesia sendiri sudah ada beberapa situs TV Internet semacam Mivo TV dan IniTV yang kemudian diikuti oleh banyak situs lainnya.

Perkembangan OTT TV sendiri berpangkal pada populernya agregator konten video sharing ini. Industri kembali menyadari potensi yang dapat dikembangkan dari jaringan ini. Berbeda dengan ToD atau TV Internet, OTT TV adalah siaran konten televisi melalui jaringan internet pitalebar yang dapat diakses langsung di perangkat televisi.

Selain dapat diakses langsung oleh TV, kualitas piksel yang ditampilkan oleh OTT TV berkualitas 720p DVD video bahkan hingga 1080p setara dengan kualitas Blue Ray untuk HD TV. Selain itu semua layanan agregator konten seperti disediakan oleh TV Internet seperti livestreaming, rewind, replay, pause dan Video on Demand juga tersedia di OTT TV.

Selain itu, OTT TV juga memiliki keunggulan lain, yaitu  merekam acara TV favorit bahkan acara yang belum ditayangkan, dapat menonton acara TV bahkan saat mesin merekam, berinternet dengan kecepatan tinggi, menonton TV internet lain yaitu dari www.jumptv.com atau dari website UGC lain, dapat dipakai untuk menelepon, memesan game (Game On Demand), memesan lagu baik lagu dengan lirik  atau karaoke dan berpatisipasi secara langsung dalam voting dengan menekan remot. Intinya adalah OTT TV merupakan sarana komunikasi, informasi dan hiburan terkini dalam satu paket. Dan semuanya dapat dilakukan langsung di TV tanpa melalui komputer.

Perlu dicatat, semua fasilitas ini sebenarnya juga dapat tersedia dalam TV Digital. Yang membedakan TV Digital dan OTT TV adalah pada carrier-nya. Jika TV Digital menggunakan frekuensi sebagai carrier, maka OTT TV menggunakan internet sebagai carrier. Jadi, penyedia jaringan pada OTT TV adalah Internet Service Provider (ISP) yang menggunakan dua jenis perangkat untuk memancarkan layanannya yaitu kabel optik dan frekuensi radio.

Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh Indonesia. Tiga yang paling utama adalah regulasi, infrastruktur teknologi dan struktur industri.

Indonesia sendiri masih gagap menghadapi perubahan teknologi ini. Jangankan untuk memikirkan landscape penyiaran berbasis teknologi terkini, untuk mengatur keberadaan TV analog free to air dan berlangganan saja masih belum tuntas sepenuhnya. Untuk mengatur industri TV, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komifo) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) masih berpegangan pada UU No. 32 tahun 2002 yang sudah berumur 10 tahun. Sedangkan, untuk mengatur keberadaan ISP, Kominfo masih mengacu pada UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang sudah berumur 13 tahun. Padahal Telkom, sebagai penyelenggara jaringan sudah mulai mengoperasikan ToT TV pertama di Indonesia dengan brand Groovia menggunakan jaringan Speedy. Tentunya ini sudah di luar jangkauan UU Penyiaran 2002.

Dalam konteks UU Penyiaran 2002, penyiaran yang dimaksud dan diatur oleh KPI dan Kominfo adalah siaran pancar TV dan Radio  yang menggunakan frekuensi analog. Untuk itu, jangankan regulasi untuk Internet TV dan OTT TV, regulasi mengenai TV digital saja hingga saat ini belum ada. Indonesia sudah tertinggal jauh, padahal Amerika sudah melakukan cut off TV analog sejak 17 Februari 2009.

Dari sisi infrastruktur teknologi Indonesia masih ketinggalan jauh. Keberadaan Internet TV dan OTT TV harus didukung infrastruktur jaringan pitalebar yang kuat. Indonesia bukannya semakin membaik, justru semakin terpuruk dari tahun ke tahun. Perkembangan teknologi komputer dan jaringan pitalebar di dunia berkembang secara eksponensial. Dan Indonesia tertatih-tatih mengikuti perkembangan itu.

Dari data NetIndex, pada 2009 kecepatan internet di Indonesia berada di urutan 138 yaitu 1,21 Mb/s jauh di bawah peringkat satu dunia yaitu Korea Selatan dengan kecepatan 21,71 Mb/s. Saat ini pada 2012 Hong Kong berada di peringkat satu dengan 42.41 Mb/s. Sedangkan Indonesia justru terpuruk di urutan 154 dengan kecepatan 2,26 Mb/s.
Di sini peran negara melalui Kominfo sangat dibutuhkan, karena menyerahkan pengembangan backbone infrastruktur internet ke sektor swasta akan menjadi sulit. Swasta akan mempertimbangkan untung rugi dalam mengembangkan jaringan, terutama di Indonesia Timur yang potensi ekonominya kecil. Sebagai ilustrasi kecepatan jaringan pitalebar di Jakarta mencapai  7,49 Mb/s, bandingkan dengan rata-rata Indonesia yang hanya 2,26 Mb/s. Artinya daerah di luar Jakarta dan Jawa memiliki kualitas kecepatan internet jauh di bawah rata-rata nasional. Itulah mengapa pengguna internet di Indonesia baru mencapai 20-an persen dari total populasi.
 
Padahal potensi 200 juta lebih penduduk Indonesia sangat besar. Untuk itu, Beberapa proyek Universal Service Obligation (USO) seperti Palapa Ring harus segera direalisasikan untuk mempersempit digital divide. Hasil survei MarkPlus Insight tahun 2012 jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 61 juta pengguna meningkat dari 55 juta pengguna pada 2011.

Dari sektor struktur industri, Indonesia dihadapkan pada tidak sehatnya industri TV. Rumitnya perkembangan industri TV adalah karena industri ini berkembang di tengah kekosongan hukum pasca dibubarkannya Departemen Penerangan pada 1999. Booming stasiun TV nasional Indonesia terjadi pada pada periode 2000-2004. Belum lagi kemunculan ratusan TV lokal pasca diberlakukannya UU Penyiaran 2002. Akibatnya kemampuan pasar yang ada tidak mampu menopang struktur industri yang sehat. Korbannya tentunya masyarakat yang dipaksa menikmati low brow content. KPI dan Kominfo sendiri, dua lembaga yang berperan mengatur aspek non teknis  industri ini baru muncul pada 2004.  Kedua lembaga ini akhirnya dihadapkan pada kompleksitas masalah ala kaki lima. selain harus melakukan konsolidasi kelembagaan internal, dua lembaga negara ini harus mengatur struktur industri yang terbiasa tidak diatur. Kebijakan koersif ala satpol PP tentunya juga tidak akan efektif. Sampai saat ini, hitung-hitungan mengenai daya tampung ekonomi dan struktur industri yang sehat dalam format blue print landscape penyiaran ideal belum ada. Sehingga kedua lembaga ini masih berjuang keras membenahi struktur industri penyiaran analog. Padahal teknologi penyiaran sudah berkembang sangat jauh ke depan.

Hal ini perlu diselesaikan segera jika Indonesia ingin berkembang dengan cepat mengikuti perkembangan informasi dunia. Untuk itu, Secara paradigmatik memang perlu dirumuskan bentuk pengaturan paling baik bagi jenis industri TV ini ke depan. Karena jenis, struktur dan keluaran produk yang dihasilkan oleh Internet TV dan OTT TV agak berbeda dengan TV konvensional. Saat ini masyarakat dibanjiri oleh konten, yang pada saatnya nanti akan mencapai batas yang tidak mungkin untuk diawasi seluruhnya. Untuk itu, perlu reposisi dan rejuvenasi peran lembaga negara dan pemerintah. Pengaturan yang dilakukan harus sebaik-baiknya demi kepentingan publik. Yaitu perlindungan anak dan remaja di sisi lain, dan akomodasi perkembangan teknologi komunikasi serta tukar menukar informasi. Karena kita percaya bahwa kemudahan komunikasi dan meningkatnya arus informasi berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat baik secara sosial, budaya maupun ekonomi. Namun harus diingat bahwa informasi juga membawa konsekuensi eksternalitas. Pada titik ini kemudian ditentukan sejauhmana negara dan masyarakat berbagi peran dalam melindungi generasi mendatang. Karena generasi mendatanglah yang menentukan maju dan tidaknya Indonesia sebagai bangsa. Karena sebagaimana ungkapan Tolstoy di atas untuk dapat mengubah dunia, maka sebelumnya kita harus dapat mengubah diri kita sendiri. Red

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Judhariksawan menerima undangan sebagai pembicara dari International Institute of Communications (IIC) dalam Forum Regulator Internasional (International Regulators Forum) yang berlangsung di Vienna, Austria (6-7, Oktober 2014). Dalam pertemuan tersebut, Judha menyampaikan materi dengan judul “Cultural Protection in a Converged World”. Judha menyampaikan mengenai aturan-aturan yang ada di Indonesia dalam melindungi nilai-nilai budaya lokal di ranah penyiaran.

Dalam forum tersebut, Judha menyampaikan bahwa dalam regulasi penyiaran yang ada di Indonesia setidaknya ada tiga pasal yang menegaskan tentang perlindungan nilai-nilai dan budaya lokal. “Salah satu tujuan terselenggaranya penyiaran nasional di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan budaya nasional,” ujar Judha mengutip dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Selain itu,  dalam undang-undang tersebut juga menyebutkan tentang konsep stasiun jaringan.

“Berdasarkan sistem ini, lembaga penyiaran wajib menyiarkan konten lokal minimal 10 persen dari semua durasi siaran per hari,” tegasnya. Konten lokal adalah program siaran yang bertujuan untuk mengembangkan setiap potensi daerah setempat serta dilakukan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran dari daerah setempat. Dengan adanya aturan tentang keberadaan konten lokal ini diharapkan tidak hanya memberikan tumbuhnya industri penyiaran lokal, tapi juga lestarinya budaya dan kearifan lokal.

Perlindungan atas budaya dan nilai-nilai lokal yang diatur dalam undang-undang penyiaran adalah mengenai muatan atau konten asing. Undang-Undang penyiaran telah menetapkan bahwa muatan asing hanya bisa hadir maksimun 40 persen dari seluruh siaran setiap hari. “Itu pun konten tersebut harus ada terjemahan dalam bahasa Indonesia,” terang Judha.

Dalam undang-undang nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman juga menegaskan dukungan keberadaan nilai-nilai nasional, pengembangan dan keberlanjutan budaya bangsa. Keberadaan sensor film, menurut undang-undang perfilman ini, untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif untuk dorongan berbuat kekerasan, perjudian, narkotika, psikotropika, pornografi, penistaan dan atau penodaan nilai-nilai agama atau karena pengaruh negatif budaya asing.

Judha melihat saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi regulator dalam memberikan perlindungan terhadap budaya lokal di ranah penyiaran. Keberadaan televisi berbayar, baik lewat terrestrial, satelit dan kabel misalnya. “Pada kenyataannya penyedia layanan televisi berbayar ini telah membantu pemerintah dalam menunaikan hak-hak warga atas ketersediaan informasi, utamanya di daerah-daerah blank spot”, ujar Judha. Namun lewat televisi berbayar pula, muatan siaran asing dari negara-negara dengan budaya dan juga regulasi berbeda dapat diterima masyarakat dengan mudah. Karenanya, aturan mengenai alat kunci parenting dan sensor internal pada lembaga penyiaran berlangganan adalah sebuah keharusan. Hal tersebut untuk melindungi masyarakat dari muatan siaran yang bertentangan dengan kultur, budaya serta kearifan yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Disampaikan juga oleh Judha tentang pentingnya Literasi Media di masyarakat untuk memberikan  kemampuan dalam  memilah dan memilih muatan media yang berguna, terutama untuk melindungi budaya  mereka sendiri. Selain itu, literasi media juga akan menjadikan masyarakat semakin aktif dalam memberikan umpan balik pada lembaga penyiaran tentang program acara yang disiarkan ke tengah masyarakat. “Sehingga layar kaca dapat terhindar dari muatan yang dapat mencederai nilai-nilai budaya yang diyakini masyarakat setempat,” tuturnya.

Banyak pertanyaan yang mengemuka dalam forum tersebut. Salah satunya apakah Indonesia akan menjadi negara yang anti terhadap produk asing, dalam rangka menjaga kebudayaan lokal ini. JUdha menegaskan bahwa sejauh ini Indonesia mudah menerima produk asing selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang diyakini masyarakat. Selain itu, ujar Judha, kewajiban menjaga dan melindungi budaya lokal bukan semata tanggung jawab dari pemerintah, melainkan juga tanggung jawab seluruh rakyat.

Forum yang digagas IIC ini turut dihadiri oleh hampir seluruh regulator penyiaran di dunia. Tercatat dalam daftar partisipan forum ini diantaranya, Ketua Canadian Radio-television and Telecommunications Commissio (CRTC), Ketua National Commission on Television and Radio of Armenia, Presiden Autorita per le Garanzie nelle Comunicazioni Italy, Ketua Australian Communications and Media Authority (ACMA), Komisioner Federal Communications Commissions Amerika Serikat, Presiden Swiss Federal Communications Commissions, Direktur Eksekutif Broadcasting Commissions of Jamaica, Ketua Telecom Regulatory Authority of India, dan Ketua Malaysian Communications and Multimedia Commissions.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan sanksi pengurangan durasi 30 menit untuk Program Siaran “Pesbukers” ANTV selama tiga hari berturut-turut. Hal itu disampaikan KPI Pusat melalui Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat S. Rahmat Arifin dan Komisioner KPI Pusat Agatha Lily. Surat sanksi itu diberikan kepada perwakilan ANTV yang hadir dalam pertemuan di kantor KPI Pusat pada Kamis, 23 Januari 2014.

Sanksi pengurangan durasi yang diberikan KPI Pusat atas pelanggaran program “Pesbukers” pada 19 Desember 2013. Adapun jenis pelanggarannya, yakni adanya adegan pelukan dengan durasi kurang lebih 3 menit. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan perlindungan anak, norma kesopanan, dan kesusilaan serta penggolongan program yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Menanggapi sanksi itu, perwakilan ANTV Zoraya Perucha  yang hadir dalam pembacaan putusan itu mengatakan terpukul atas putusan itu. Namun menurutnya, pihak ANTV akan tetap menghargai sanksi yang diputuskan KPI Pusat. “Kami meminta KPI Pusat untuk lebih obyektif dalam memberikan sanksi,  karena program “Pesbukers” pernah mendapatkan sanksi penghentian sementara yang mengakibatkan kerugian materiil cukup banyak,” kata Zoraya.

Sedangkan Direktur Program ANTV Herty Purba meminta adanya masa berlakunya sanksi yang dijalankan lembaga penyiaran. “Kami mengusulkan kepada KPI agar ada batasan waktu atau masa berlaku sanksi dalam upaya untuk memberikan ruang bagi insan penyiaran dalam berkreasi dan kami tidak khawatir sanksi diakumulasi,” tambah Herty.

Selain itu, Herty menyampaikan pihaknya tidak pernah berhenti untuk terus melakukan perbaikan terhadap acara “Pesbukers” sesuai dengan masukan KPI Pusat. Wujud nyata adanya perbaikan itu adalah sudah tidak ada lagi host pria yang berpakaian wanita. Selain akan terus melakukan perbaikan, ANTV segera menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran yang terjadi dalam program “Pesbukers”. Red

Jakarta - Susilo Wibowo atau dikenal dengan Ustad Guntur Bumi mengunjungi Kantor KPI Pusat pada Jumat, 14 Maret 2014. Kedatangan Guntur Bumi untuk mengajukan keberatan atas pemberitaan dirinya dalam sejumlah program infotainmen di lembaga penyiaran yang dianggap mengganggu kenyamanan kehidupan pribadinya.

Guntur Bumi diterima Komisioner Bidang Isi Siaran Agatha Lily, Rahmat Arifin dan Komisioner Bidang Infrastuktur dan Sistem Penyiaran Danang Sangga Buana. Dalam pertemuan itu, Guntur menjelaskan, pemberitaan di infotainmen secara sepihak telah menghakimi bahwa praktek penyembuhannya dianggap mengandung kebohongan, sesat, pemerasan, penipuan terhadap pasien dan penistaan terhadap agama.

Dia juga mengeluhkan tentang pekerja infotainmen yang memasuki rumahnya tanpa ijin sehingga membuat istri dan anaknya menjadi stres dan ketakutakan. Guntur dan keluarganya merasa tertekan atas pemberitaan itu. Selain itu dia juga merasa ada pengahakiman terhadap dirinya dalam infotainmen. “Ini berlangsung sudah sebulan atau sejak 18 Februari lalu,” kata Guntur dengan muka menahan kesedihan di kantor KPI Pusat.

Sebagai warga negara yang hak-hak dan privasinya dijamin oleh negara, Guntur menyampaikan kepada KPI agar dirinya yang selama ini menjadi objek berita bisa dilindungi sesuai dengan peraturan Undang-undang Penyiaran yang berlaku.

Agatha Lily menyampaikan, setiap warga negara yang merasa dirugikan oleh pemberitaan di lembaga penyiaran dapat menyampaikan keberatan melalui KPI. “Setiap pengaduan atau keberatan dari siapa pun wajib kami tindak lanjuti sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang,” ujar Lily menjelaskan.

Jadi setelah menerima setiap keberatan, KPI akan segera menindaklanjutinya dan memeriksa semua program-program yang dimaksud untuk mengecek kebenarannya. “Jika dalam pemeriksaan nyata-nyata ditemukan pelanggaran, kami tidak akan segan mengeluarkan surat edaran atau surat teguran kepada lembaga penyiaran terkait,”  terang Lily.

Di akhir pertemuan, Danang Sangga Buwana menyarankan agar Ustad Guntur Bumi tidak perlu khawatir dalam menyampaikan keterangan kepada media agar masalah ini clear dan media wajib memberi kesempatan kepada pihak yang diberitakan untuk mengklarifikasi.

Serang – Masa kanak-kanak merupakan masa dimana perkembangan individu dimulai. Kualitas perkembangan anak-anak di usia emasnya akan mempengaruhi kualitas si anak tersebut di masa depan. Untuk menciptakan individu yang berkualitas, campur tangan guru dan orangtua sangat diperlukan seperti memberikan pilihan informasi atau siaran yang layak dan baik untuk mereka.

Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily mengatakan, anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa yang harus dijaga dan dibimbing dengan memberikan asupan informasi atau tontonan yang baik. “Karena itu, peran guru dan orangtua sangat penting dalam mengawasi dan memilihkan mereka tontonan yang layak,” katanya di depan peserta Literasi Media yang diselenggarakan KPID Banten di Laguna Restoran, Serang, Senin, 25 November 2013.

Komisioner yang biasa dipanggil Lily mengungkapkan hasil penelitian terkait dampak pada anak akibat kebiasaan menonton televisi yang berlebih yakni anak menjadi pribadi yang terbiasa membuang-buang waktu, mengganggu kesehatan mereka, menjadi pribadi yang individualis, dan dapat menumbuhkan sikap hidup konsumtif.

“Anak-anak yang menonton televisi lebih dari tiga jam dalam sehari harus diwaspadai karena dampaknya sangat besar bagi perkembangan mereka. Tidak hanya gangguan kesehatan tapi juga perilaku sosialnya,” jelas Lily ke peserta Literasi Media yang sebagian besar merupakan guru pendidikan anak usia dini atau PAUD.

Lily juga mengingatkan bahwa tidak semua tayangan untuk anak itu aman dan layak. Bahkan, ada film kartun anak yang tidak layak ditonton karena kandungannya penuh kekerasan, kata-kata kasar, dan perilaku tidak pantas dan membahayakan jika ditiru. “Di luar negeri film seperti itu sudah tidak  dianjurkan ditonton. Saya pun mengingatkan para orangtua agar mendampingi anak-anaknya dan jangan beranggapan kalau anak-anak yang menonton televisi itu sudah aman,” tegasnya yang diamini Komisioner KPID Banten, Cecep Abdul Hakim dan Ade. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.