Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung langkah penyusunan strategi upaya sinergis dan komprehensif dalam usaha pencegahan dan penanganan pornografi oleh Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) yang dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, beserta jajaran kementerian dan lembaga terkait. Salah satu langkah yang harus ditempuh menurut KPI adalah literasi digital dan sosialisasi konten penyiaran ramah anak dan perempuan, guna mencegah muatan pornografi menyisip di ruang siar. Hal tersebut disampaikan Evri Rizqi Monarshi, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan, usai menghadiri Focuss Group Discussion (FGD) Pelaporan dan Evaluasi GTP3 serta Perencanaan Program Kegiatan Tahun 2024, yang diselenggarakan oleh Kementerian PMK, (8/3). 

KPI sendiri, menurut Evri, sudah punya rambu-rambu yang tegas tentang pembatasan dan pelarangan konten pornografi di televisi dan radio, melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Ke depannya, Evri berharap, kerja sama dengan kementerian dan lembaga dapat dikuatkan dan direalisasikan, untuk menyasar kelompok masyarakat yang rentan terpapar pornografi. “Kita tidak ingin paparan konten pornografi semakin meluas dan merusak kualitas generasi muda bangsa ini, “ ujarnya. 

Dalam FGD tersebut, hadir juga perwakilan dari majelis keagamaan yang ikut bersuara untuk meningkatkan upaya pencegahan pornografi. Maria Advianti, dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkap, saat ini ada kesenjangan literasi penggunaan gawai telepon seluler di kalangan santri. “Kita tahu, dalam kehidupan pesantren terdapat larangan penggunaan telepon seluler,” ujarnya. Namun, saat santri pulang ke rumah, kuantitas penggunaan gawai ini meningkat tanpa diiringi pemahaman bagaimana memanfaatkan sesuai kebutuhan. “Jadi seakan ada gegar budaya di kalangan santri, ketika dapat mengakses telepon pintar,” tambah perempuan yang disapa Vivi ini. 

Sementara itu dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang diwakili oleh Pendeta Sonya mengatakan, pihaknya sudah punya kesepahaman dengan siber kreasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang ikut ambil bagian menyisipkan materi literasi digital pada setiap kegiatan PGI. Sonya juga bertanya soal sistem yang dibangun oleh GTP3, ketika jemaat gereja menemukan praktek pornografi di lingkungan. “Bagaiman mekanisme pelaporan dari masyarakat, saat menemukan aktivitas tidak pantas di lingkungan, seperti seks bebas atau kekerasan seksual,” ujarnya. Secara khusus Sonya juga bertanya pada Kemenkominfo terkait Virtual Private Network (VPN) yang dengan mudah didapat melalui playstore, sehingga memungkinkan untuk mengakses konten pornografi yang sebenarnya sudah diblock oleh pemerintah. 

Pada kesempatan itu, perwakilan dari Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo juga hadir menyampaikan pemaparan terkait tindakan pencegahan penyebaran pornografi di ranah digital. Beberapa hal yang terungkap adalah penolakan dari platform digital untuk menurunkan konten pornografi yang berasal dari luar negeri, dengan alasan konten seperti itu dianggap legal di negara asalnya. Sedangkan untuk konten pornografi yang berasal dari dalam negeri, platform digital masih mau memenuhi permintaan Kemenkominfo untuk “take down”.  

Pornografi sendiri, menurut Azimah Subagijo sebagai narasumber FGD, merupakan dampak ikutan dari reformasi di tahun 1998. Undang-Undang Pornografi hadir sebagai usulan inisiatif DPR di tahun 2006 dan baru disahkan pada tahun 2008.  Di forum tersebut, Azimah memaparkan alasan kenapa Pornografi itu berbahaya. “Salah satunya karena pornografi dibawa oleh media,  sehingga penyebarannya menjadi sangat luas, bahkan masuk ke dalam ruang-ruang privat dan keluarga,” ujarnya. Namun demikian, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasionnal (RPJMN) salah satu tujuannya adalah terbentuknya keluarga berkualitas. “Musuh utama dari keluarga berkualitas adalah pornografi,” terangnya. 

Narasumber lain pada FGD adalah TB Chaerul Dwi Sapta sebagai Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Chaerul menegaskan, Kemendagri akan mengawal rencana program dan anggaran di daerah, termasuk untuk isu pornografi. Komitmen ini sudah tertuang dalam Peraturan Mendagri nomor 15 tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2024 yang menyebutkan, Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran dalam bentuk program, kegiatan dan subkegiatan terkait dengan pembangunan ketahanan keluarga dan gugus tugas pencegahan serta penanganan pornografi. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran Mendagri tahun 2019 tentang pembentukan GTP3 di tingkat kabupaten/ kota yang bertanggungjawab kepada bupati/ walikota. 

Menutup FGD di hari itu, Mustikorini Indrijatiningrum selaku Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga mengungkap, tugas besar GTP3 yang terdekat adalah merealisasikan regulasi teknis yang menjadi turunan peraturan pemerintah. Diantaranya terkait aturan usia dalam pornografi, kebijakan dalam menyikapi konten yang dekat dengan pornografi, seperti konten dewasa namun belum secara eksplisit terkategori sebagai konten pornografi. Dia berharap, seluruh kementerian dan lembaga yang tergabung dalm GTP3 ini dapat senantiasa bersinergi dan berkolaborasi guna mengoptimalkan upaa pencegahan dan penanganan pornografi. 

 

Jakarta – Menyambut pelaksanaan Hari Nyepi tahun 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran tentang imbauan tidak bersiaran pada peringatan Hari Nyepi di Provinsi Bali. Dalam surat edaran yang ditandatangani pada 6 Maret 2024 lalu, KPI mengimbau kepada seluruh lembaga penyiaran yang bersiaran dan/ atau merelay siaran di provinsi Bali, untuk tidak bersiaran pada Hari Nyepi yang jatuh pada Senin, 11 Maret 2024 mendatang. Penghentian siaran ini dimulai pada Senin, 11 Maret 2024 pukul 06.00 WITA sampai dengan hari Selasa, 12 Maret 2024 pukul 06.00 WITA. Hal ini disampaikan Tulus Santoso selaku Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, dalam kegiatan Ngobrol Penuh Inspirasi (NGOPI) yang dihelat KPI Pusat di bilangan Jakarta Selatan, (6/2) 

Tulus menegaskan, imbauan ini sebagai bentuk partisipasi dan juga penghormatan atas pelaksanaan Catur Brata Penyepian yang dilakukan umat Hindu Bali menjelang pergantian Tahun Baru Saka. “Untuk mendukung situasi yang kondusif bagi pelaksanaan ibadah tersebut, televisi radio diharapkan ikut ambil bagian menjaga kesucian pelaksanaan Hari Nyepi di provinsi Bali, “ujar Tulus.  

Penghentian siaran di provinsi Bali diharapkan dapat membantu meningkatkan kekhusyukan Umat Hindu Bali dalam menjalankan Catur Brata Penyepian lewat introspeksi dan kontemplasi. “Temasuk dengan memperbanyak doa dan usaha memperbaiki diri dalam menyambut tahun yang baru,” ujarnya. 

Lebih jauh, Tulus menegaskan, KPI juga akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan imbauan ini. Tentunya, usaha lembaga penyiaran menaati imbauan yang merupakan bentuk penghormatan terhadap umat Hindu di Bali, akan menjadi bahan evaluasi dari KPI Pusat. “Pengabaian atas imbauan ini pun, akan menjadi pertimbangan dalam evaluasi tahunan KPI yang akan berlangsung dalam waktu yang tak lama lagi,” pungkasnya. 

 

Link: Surat Edaran

 

Jakarta - Menjelang hadirnya bulan Ramadan di tahun 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran untuk menjadi panduan bagi lembaga penyiaran dalam penyelenggaran siaran. Edaran ini bertujuan memberi penghormatan terhadap nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan sekaligus menjadi panduan siaran bagi televisi dan radio. Hal ini disampaikan Ubaidillah, Ketua KPI Pusat, dalam kegiatan Ngobrol Penuh Inspirasi (NGOPI) yang dihelat KPI dengan peserta lembaga penyiaran, di bilangan Jakarta Selatan, (6/2).

Menurut Ubaidillah, hal penting yang harus diperhatikan oleh televisi adalah pergeseran waktu siar utama atau prime time pada bulan Ramadan. Jika pada hari biasa, waktu siar utama adalah pada pukul 18.00-22.00, sedangkan ketika bulan Ramadan waktu itu bergeser dan terbagi menjadi saat berbuka puasa dan saat sahur. “Jika merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tentang klasifikasi program siaran, di waktu sahur itu masih masuk pada klasifikasi program siaran dewasa (D),” ujarnya. Untuk itu, televisi dan radio harap menyesuaikan konten siaran, mengingat pada waktu sahur ada anak dan remaja yang ikut menjadi penonton atau pun pendengar program siaran. “Jangan sampai ada muatan materi dewasa yang muncul di waktu sahur,” tegasnya. 

Surat edaran yang dibuat KPI juga didasari atas hasil evaluasi pengawasan siaran Ramadan di tahun 2023. Karenanya, terkait dengan ibadah puasa yang menjadi keutamaan di bulan Ramadan, KPI mengingatkan lembaga penyiaran untuk tidak menampilkan dan mengeksploitasi konsumsi makanan dan/ atau minum secara berlebihan yang dapat mengganggu dan mengurangi kekhusyukan berpuasa. Catatan lain dari KPI adalah perhatian lembaga penyiaran atas kepatutan busana yang dikenakan pembawa acara ataupun pendukung dan pengisi acara, sebagaimana semangat yang ada pada bulan Ramadan. “KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan bincang-bincang seks atau pun aktivitas yang berasosiasi erotis, sensual dan cabul. Juga tidak menampilkan muatan yang mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT),” tegas Ubaidillah. 

Secara khusus, untuk siaran da’wah yang juga menjadi ciri khas pada bulan Ramadan, KPI berharap lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam penyajian materi yang memuat perbedaan pandangan/ paham agama dan politik tertentu, dengan menghadirkan narasumber yang kompeten agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Pada prinsipnya, da’wah di medium penyiaran selayaknya yang memberi pencerahan dan meningkatkan kataqwaan. Sedangkan untuk materi khilafiyah baiknya tidak dibahas di televisi dan radio yang memiliki keterbatasan durasi,” ujar Ubaidillah. Namun demikian, KPI sendiri mengimbau lembaga penyiaran menambah frekuensi dan durasi program siaran da’wah selama bulan Ramadan, dan mengutamakan penggunaan pendakwah/dai/daiyah yang kompeten dan tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia

Secara khusus, surat edaran ini juga membahas tentang siaran azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing. Yang harus diingat juga, tambah Ubaidillah, azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Terakhir, untuk program siaran pada Hari Raya Idul Fitri, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepatutan dan kepantasan yang berlaku di masyarakat. “Usai Ramadan, siaran televisi dan radio harus tetap kondusif dan memberi penghormatan bagi kemuliaan nilai-nilai agama,” pungkasnya.  

 Link: Surat Edaran Pelaksanaan Siaran di Bulan Ramadan

 

Jakarta -- Penilaian indeks kualitas program siaran TV (IKPSTV) yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama 12 Perguruan tinggi dapat dijadikan referensi bagi lembaga penyiaran TV dalam meningkatkan kualitas tayangan selain pemeringkatan yang dilakukan lembaga survey Nielsen. Program IKPSTV yang berjalan secara periodik ini mengutamakan kualitas siaran ketimbang pengukuran jumlah pemirsa atau kuantitas.

"Indeks kualitas program siaran televisi merupakan program prioritas nasional sejak 2015 yang bertujuan melihat kualitas isi siaran pada stasiun televisi jaringan nasional. Indeks ini dilakukan agar menjadi referensi lembaga penyiaran televisi dalam meningkatkan kualitas tayangan sehingga tidak hanya terpaku pada rating Nielsen,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat membuka acara Refleksi dan Rekomendasi Hasil IKPSTV Periode II KPI, di Universitas Mercu Buana (UMB), Kamis (7/3/2024).

Sepanjang tahun 2023, KPI melakukan dua kali program IKPSTV. Ada 8 kategori program acara yang dinilai yakni kategori sinteron, infotainment, wisata budaya, variety show, religi, anak, berita dan talkshow. Penilaian perkategori dilakukan oleh para ahli dengan berbagai latar belakang bidang. Hasil penilaian di dua periode itu telah disampaikan KPI,

“Kami sangat berharap mendapat masukan pakar komunikasi dari ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) terkait hasil indeks yang telah dikeluarkan,” tambah Ubaidillah sekaligus menyatakan jika nilai indeks dari masing-masing kategori program siaran memiliki muatan strategis bagi para pemangku kepentingan, salah satunya bagi kalangan akademisi.

Sementara itu, Koordinator IKPSTV KPI yang juga Anggota KPI Pusat, Amin Shabana mengatakan, pemeringkatan bersifat kualitatif yang dikeluarkan oleh perusahaan survei media, Nielsen, saat ini menjadi referensi bagi industri penyiaran Indonesia. Sementara IKPSTV menentukan peringkat suatu program televisi dengan memperhatikan aspek kualitas dari tayangan tersebut.

"Kalau lembaga pemeringkatan Nielsen menggunakan popularitas, maka KPI mencoba untuk melihat dari aspek kualitas sehingga Indeks Kualitas Program Siaran yang dilakukan bisa menjadi penyeimbang bagi indeks pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga Nielsen," kata Amin dalam kesempatan yang sama.

Pengukuran IKPSTV diikuti oleh 96 responden terdiri atas 51 persen responden perempuan dan 49 responden laki-laki. Dengan menggandeng 12 perguruan tinggi yang ada di Indonesia membuat pengukuran indeks itu diikuti oleh lulusan perguruan tinggi terkait.

Dia juga menyebutkan, saat mengukur peringkat program televisi yang populer dengan metode IKSPTV, ditemukan bahwa tidak semua program populer merupakan program berkualitas. "Sinetron dan infotainment yang secara popularitas, secara rating kualitatif selalu menempati 10 peringkat terbesar, ternyata justru melalui indeks kualitas siaran televisi dianggap masih belum berkualitas," ujar Amin.

Selain sebagai referensi alternatif, terang Amin, IKPSTV juga menjadi upaya membangun mekanisme pemeringkatan program televisi Indonesia yang lebih sehat dan demokratis di mana tidak dimonopoli oleh satu lembaga pemeringkatan tertentu. Menurutnya, mekanisme pemeringkatan program televisi oleh beberapa lembaga telah diterapkan di sejumlah negara.

Di samping itu, stasiun televisi didorong untuk meningkatkan kualitas program-program yang ditayangkan mengingat saat ini penonton televisi mengalami tren penurunan karena penggunaan media sosial yang masif di kalangan masyarakat.

"Ketika kita ingin bertarung dengan konten media sosial, maka teman-teman penyiaran juga harus meningkatkan (kualitas) kontennya. Jadi konten harus dilawan dengan konten," papar Amin.

Setelah sambutan tersebut, rangkaian acara dilanjutkan paparan para narasumber antara lain dari Akademisi ISKI Pusat, Endah Murwani. Dia menyampaikan pandangannya terkait hasil riset indeks kualitas program televisi infotainment. Kemudian, paparan dilanjutkan Ilham Gemiharto dariUniversitas Padjajaran mengenai sinetron.

Praktisi penyiaran yang juga merupakan pengurus ISKI Pusat Nugroho Agung Prasetyo (NET TV) menyampaikan pandangan tentang hasil riset indeks kualitas program variety show. “Hadirnya riset indeks kualitas program televisi tentu cukup baik sebagai penyeimbang dari sisi parameter kuantitatif yang selama ini ada. NET TV merupakan salah satu lembaga penyiaran yang peduli terhadap kualitas konten untuk pemirsanya dengan value positifnya yang menghibur,” katanya.

Agung juga mendorong para kreator variety show untuk lebih mengutamakan program tersebut menjadi acuan yang dapat menginspirasi masyarakat. “Bukan hanya sekedar menghibur dengan canda dan musiknya, tapi juga menghadirkan perbincangan hangat yang menghibur sekaligus menggali informasi bintang tamunya agar dapat menjadi inspirasi publik,” katanya.

Setelahnnya, praktisi pemberitaan Yogi Arief Nugraha dari Kompas TV juga memberikan masukan terhadap indeks kualitas program pemberitaan di televisi yang disusul oleh Irwan Setyawan (Direktur Jawapos TV 2015-2020).

Sejumlah akademisi lain juga menghadirkan pandangan terkait hasil riset indeks kualitas program televisi, antara lainRustono Farady Marta dari USNI untuk kualitas program anak. Dilanjutkan, Devie Rahmawati dari Universitas Indonesia untuk program wisata budaya serta Trie Damayanti dari Universitas Padjajaran untuk program talkshow.

Di awal acara, dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPI Pusat dengan ISKI, KPI Pusat dengan UMB dan IKSI dengan UMB. ***/Foto: Agung R

 

 

 

 

 

 

Jakarta – Penyadaran terhadap masyarakat tentang pentingnya mitigasi kebencanaan memerlukan peran dari berbagai lembaga dan kelompok kepentingan (pentahelix). Salah satu instansi yang dinilai memiliki andil untuk menumbuhkan kesadaran tersebut adalah Badan SAR Nasional (BASARNAS). Lembaga ini memiliki pengetahuan sekaligus pengalaman terkait penanggulangan kebencanaan secara nasional yang dapat dijadikan referensi edukasi bagi publik.

“Saya rasa kolaborasi antara KPI dengan Basarnas sangat penting. Tidak hanya dalam bentuk MoU (memorandum of understanding), tapi juga bisa dikembangkan lewat kegiatan pendidikan publik melek media. Melek media ini tujuannya menyampaikan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana. Sehingga kesadaran mereka akan tumbuh,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat menjadi nara sumber acara podcast Basarnas, Rabu (6/3/2024), di Kantor Basarnas, Kemayoran, Jakarta.

Menurut Ubaidillah, isu-isu soal kebencanaan menjadi tema besar lembaganya selain masalah lingkungan atau Eco-Broadcasting. Karenanya, KPI tak kenal henti mendorong lembaga penyiaran menyampaikan pesan-pesan tersebut ke masyarakat. 

“Bagi kami isu kebencanaan harus disampaikan dan karenanya kerja sama antara KPI dan Basarnas diperlukan. Pesan-pesan ini bisa disampaikan melalui lembaga penyiaran, baik melalui program siaran maupun melalui iklan layanan masyarakat (ILM). Apalagi jumlah lembaga penyiaran seperti TV dan radio cukup banyak. Bahkan, di P3SPS KPI juga mengatur perihal kebencanaan ini,” jelasnya.

Ubaidillah menambahkan, peralihan sistem siaran nasional dari TV analog ke TV digital ikut mengembangkan sistem peringatan kebencanaan kepada masyarakat. Sistem siaran baru ini mencantolkan teknologi peringatan dini bencana atau EWS (early warning system) secara realtime

“Peringatan dini ini dapat diaktif dengan cara memasukan kode pos ke aplikasi yang ada di penerimaan siaran digital atau STB (set top box). Jika ada peringatan bencana gempa, tsunami atau bencana lainnya, informasinya dikirimkan hanya ke wilayah-wilayah yang terdampak sesuai dengan kode pos tersebut. Jadi ini salah satu bentuk andil penyiaran dalam memitigasi kebencanaan di tanah air,” katanya.

Sementara itu, pembawa acara sekaligus Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Abdul Haris Achadi, menyambut baik kolaborasi lembaganya dengan KPI. Menurutnya, pesan-pesan penyadaran ini sangat penting terlebih melalui ILM di media penyiaran. “Tanggung jawab Basarnas berat dan tidak bisa ditanggung sendiri karenanya perlu berkolaborasi,” paparnya sekaligus berharap rencana ini segera direalisasikan. ***/Foto: Syahrullah

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.