Trenggalek - Dinamika sebaran informasi di Indonesia menjelang kontestasi pemilihan umum, kerap kali dipenuhi dengan berita hoax dan disinformasi. Dalam catatan Pemilu 2019 lalu misalnya, pada bulan April sebaran berita hoax di masyarakat meningkat drastis dan berujung pada polarisasi tajam di tengah masyarakat. Sedangkan untuk Pemilu kali ini, sebaran berita hoax sudah mulai melonjak di bulan November 2023. Hal ini terungkap dalam kegiatan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Trenggalek, Jawa Timur, (6/2). 

Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, KPI berkomitmen memelihara keseimbangan informasi di tengah masyarakat, terutama dalam situasi Pemilu saat ini. Salah satunya dituangkan dalam kerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Pers yang ditandatangani pada tahun 2023 lalu.  Selain itu, KPI sendiri sudah membuat Peraturan KPI tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum pada Lembaga Penyiaran yang menjadi rujukan televisi dan radio dalam menyiarkan konten terkait pemilu. Pada prinsipnya, penyiaran pemilu itu selain harus berimbang dan proporsional bagi setiap kandidat, juga harus memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat.

 “Informasi kepemiluan tentang tata cara pencoblosan atau bagaimana mengurus perpindahan tempat memilih,  harus juga disosialisasi oleh televisi dan radio, agar masyarakat dapat menggunakan hak pilih dan berkontribusi dalam tatanan demokrasi di negeri ini,” ujarnya. Untuk Trenggalek sendiri, keberadaan radio masih sangat penting bagi masyarakat. Ubaidillah berharap, penyelenggara pemilu dapat mengalokasikan anggaran sosialisasi Pemilu lewat radio-radio lokal.

Penyelenggaraan FMPP ini dilaksanakan dalam rangka penguatan ketahanan informasi di masyarakat, dalam menghadapi Pemilu 2024. Karenanya, Ubaidillah mengingatkan, sisa tahapan Pemilu harus terus disosialisasikan pada publik, oleh lembaga penyiaran. Termasuk juga aturan tentang masa tenang dan siaran quick count pada hari H pemilihan. “Harapannya, dengan informasi pemilu yang valid tanpa bias hoax, masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam penyelenggaraan Pemilu dan juga masa depan bangsa ini,” tambahnya. 

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Sekretaris Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional Provinsi Jawa Timur, Nuning Rodiyah. Terkait lonjakan hoax menjelang Pemilu, Nuning menilai harus ditindaklanjuti dengan cermat. “Salah satunya dengan kolaborasi KPI dengan lembaga terkait guna menjaga asupan informasi yang diterima publik ini terjamin valid, clear dan tidak menjerumuskan masyarakat,” ujarnya. 

Jika menerima informasi yang mencurigakan, Nuning mengajak masyarakat segera melakukan konfirmasi. Salah satunya mencari kebenaran berita tersebut di media konvensional, seperti televisi dan radio. “Karena televisi dan radio punya kewajiban menyiarkan informasi yang benar kepada masyarakat,” tutur Nuning. Kalau ternyata informasi yang didapat, terbukti bohong atau hoax, laporkan ke Bawaslu sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu. Tentunya Bawaslu akan sangat terbantu, jika masyarakat ikut aktif menyampaikan laporan. 

Dalam forum tersebut, hadir sebagai narasumber Indra Setiawan selaku KPU Daerah Kabupaten Trenggalek dan Prayogi dari Bawaslu Kabupaten Trenggalek, serta turut dihadiri oleh Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan dan Ketua KPID Jawa Timur Imanuel Yoshua. Pentingnya kapasitas literasi bagi masyarakat disampaikan juga oleh Imanuel Yoshua. Saat ini, wilayah Trenggalek dilayani oleh 12 lembaga penyiaran yang terdiri atas lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran swasta radio. Dalam pandangannya, lewat lembaga penyiaran, masyarakat dapat melakukan verifikasi atas informasi kepemiluan yang didapat. “Karena bagaimana pun juga, televisi dan radio adalah penjernih informasi bagi masyarakat,” pungkasnya.

 

 

Jakarta – Anggota KPI Pusat, Aliyah, meminta lembaga penyiaran mentaati seluruh aturan regulasi penyiaran menjelang masa tenang dalam proses Pemilu 2024. Menurutnya, ketentuan di masa tenang ini wajib dijalankan dan dipatuhi lembaga penyiaran agar masyarakat memperoleh ketenangan sebelum menentukan pilihan politiknya di hari H. 

“Ketenangan untuk berpikir secara sehat, obyektif serta jelas atas pilihan politiknya pada masa tiga hari ini. Sehingga pada saat hari penentuan, masyarakat datang dengan keyakinan dan kepercayaan diri untuk datang memilih. Jadi biarkan tiga hari ini mereka damai dan tidak terkontaminasi oleh informasi atau gaung kampanye politik,” jelas Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran ini, Rabu (7/2/2024).

Aliyah juga mengingatkan, seluruh komponen pengawasan, baik KPI Pusat, KPI Daerah dan masyarakat akan ikut memantau seluruh program siaran pada masa tenang tersebut.

“Jika kami menemukan adanya pelanggaran di masa tenang ini, kami akan pastikan tindakan sanksi dan segera koordinasikan dengan gugus tugas pemilu bersama KPU, Bawaslu dan dewan Pers. Jadi, Kami berharap semua lembaga penyiaran mengikuti aturan ini. Mari kita ciptakan suasana pemilu yang aman, damai dan menyenangkan,” tandasnya. 

Diketahui, menjelang masa tenang Pemilu 2024 yaitu 11 hingga 13 Februari, KPI mempunyai acuan sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPI (PKPI) Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu pada Lembaga Penyiaran khususnya pasal tentang Pengawasan Pada MasaTenang. 

Ada enam butir aturan yang harus diperhatikan dan tidak dilakukan oleh lembaga penyiaran pada masa tenang tersebut. Ke enam butir aturan tersebut antara lain: 

1. Tidak menyiarkan kembali liputan pemberitaan kegiatan kampanye dan/atau aktivitas Peserta Pemilu. 

2. Tidak menyiarkan narasi/gambaran yang mendukung/memojokkan/ menghasut/memfitnah para Peserta Pemilu. 

3. Tidak memproduksi program siaran yang bertemakan pandangan politik dan/atau visi misi dan/atau rekam jejak dan/atau kegiatan Peserta Pemilu.

4. Tidak menyiarkan iklan, rekam jejak Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu; 

5. Tidak menyiarkan kembali debat terbuka; dan 

6. Tidak menyiarkan jajak pendapat tentang Peserta Pemilu.***

Banda Aceh – Puncak pesta demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, tinggal menghitung hari. Peran strategis lembaga penyiaran diharapkan dapat membantu mencerahkan publik mendapatkan informasi yang berkualitas. 

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, peran media mainstream seperti televisi dan radio sangat penting di tengah arus informasi yang cenderung cepat namun sulit terverifikasi kebenarannya. Terkait hal itu, sangat penting posisi media konvensional yang diawasi oleh KPI menjadi media penjernih informasi bagi masyarakat. 

“Jika rujukan referensi di media sosial sulit terverifikasi jelang pemilu 2024. Berbeda halnya dengan yang tayangan di televisi dan radio yang siarannya diawasi oleh KPI selama 24 jam. Jika di dalam tayangan televisi dan radio ada temuan potensi pelanggaran, akan ada tindakan lanjutan, mulai dari teguran tertulis hingga penghentian sementara,” kata Aliyah saat memberikan sambutan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 dengan tema “Masyarakat Cerdas Pemilu Berkualitas” di Banda Aceh, Aceh, Senin (5/2/2024).

Lebih lanjut, Aliyah menekankan bahwa KPI tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya partisipasi masyarakat. Kesadaran budaya sensor mandiri dan menganalisa setiap informasi yang diterima harus ditumbuhkan dalam masyarakat.  Dia menyakini jelang pemilu 2024, masyarakat Indonesia telah menyadari keputusan yang diambil berdasarkan hati nurani dan juga informasi yang diterima. 

“Masyarakat sendiri harus memiliki keterampilan menganalisa sebuah pesan yang diterima, baik tentang kebenaran ataupun kebermanfaatannya. Melalui kapasitas dan budaya sensor mandiri dan tidak hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis tetapi juga kemampuan memahami dan menganalisis informasi,” katanya.

Hadir sebagai pembicara kunci melalui daring, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya menilai, media mainstream memilik peran sangat vital dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat terlebih saat musim kampanye pemilu saat ini. Dia mengapresiasi terselengaranya kegiatan ini dan mengajak kepada semua pihak agar aktif dalam menjaga situasi dan kondisi agar tetap sejuk jelang pemilu. 

“Bahwa lembaga penyiaran punya peran strategis dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat kita. Lembaga penyiaran wajib menyajikan informasi yang benar kepada masyarakat dan mendapat sumber yang benar. Salah satu yang penting adalah soal netralitas. Isi siaran harus dijaga netralitasnya dan tidak boleh berpihak pada golongan tertentu,” kata Teuku.

Selain itu, Dia melihat aturan di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) memberikan panduan bahwa program siaran wajib bersikap adil dan proporsional. Salah satu kandungannya, program siarannya dilarang berpihak pada peserta tertentu. 

Sebagai Anggota DPR RI yang aktif, Teuku mengajak semua pihak untuk mengawasi lembaga penyiaran agar bersikap adil dan tidak membuat persepsi negatif, menghasut, memfitnah dan berisi hoaks. 

“Kami mendorong agar mitra kerja di komisi 1 menghadirkan masyarakat cerdas dan pemilu berkualitas. Enam hari lagi akan masuk masa tenang pemilu, tentu KPI Pusat dan KPID Aceh akan mengawasi penyiaran dari narasi penyiaran yang memfitnah, berita bohong dan memojokkan peserta pemilu,” katanya. 

Dalam kesempatan itu, turut hadir Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, Ketua KPI Aceh, Faisal Ilyas dan sejumlah perwakilan masyarakat sekitar kota Banda Aceh. Syahrullah

 

 

 

 

 

Padalarang – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berkomitmen menyelesaikan pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dalam waktu cepat. Lahirnya UU  Penyiaran baru diharapkan menciptakan iklim penyiaran yang sehat di tanah air. 

“Kami harapkan pembahasan rancangan UU Penyiaran ini dapat diselesaikan secepat mungkin. Karena itu, kami sangat mendukung adanya seminar-seminar seperti ini sehingga akan membuka diskusi yang seluas-luasnya demi terciptanya UU Penyiaran yang terbaik,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Rachel Maryam Sayidina, dalam sambutannya menghantar jalannya Seminar Nasional Masukan Publik tentang RUU Penyiaran di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (6/2/2024).

Latar belakang dari percepatan pembahasan RUU ini, lanjut Rachel, disebabkan semakin mendesaknya sebuah regulasi penyiaran baru. UU baru ini diyakininya akan memberi kepastian hukum bagi masyarakat dan juga lembaga penyiaran. 

Dia juga mengungkapkan, salah satu poin utama yang akan masuk dalam RUU Penyiaran terkait soal persamaan perlakuan antara media penyiaran dan media baru. Masukannya aturan ini dinilai penting terkait menciptakan iklim persaingan yang sehat antara media berbasis internet dengan media mainstream yakni TV dan radio.

“Kemajuan teknologi dan materi siaran saat ini, memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas temasuk di dalamnya soal penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan KPI Daerah serta pengembangan sumber daya manusia penyiaran ,” ujar Politisi dari Partai Gerinda ini. 

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menjelaskan maksud dari kegiatan seminar ini yakni untuk mendapatkan masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran. Masukan ini nantinya akan disampaikan langsung ke Komisi I DPR RI. 

“Karenanya, kami berinisiasi bertemu langsung masyarakat untuk diskusi  apa yang boleh, apa yang diperlukan dan apa yang tidak boleh ada dalam rancangan undang-undang tersebut,” katanya. 

Reza menilai keberadaan UU Penyiaran 2002 sudah cukup lama dan tidak dapat menjangkau kewenangan atas media baru. “Undang-undang ini tidak mengatur penyiaran berbasis internet. Jadi, jika masyarakat bertanya atau mengeluhkan soal Tik Tok, Facebook, Instagram atau Twitter, hal itu tidak diatur dalam undang-undang penyiaran 2002,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Jabar, Tobias Ginanjar Sayidina menambahkan, revisi regulasi ini harus dilihat secara serius karena UU ini akan mengatur elemen yang memiliki pengaruh kuat. Selain itu, lanjutnya, sebuah regulasi yang baik memerlukan banyak masukan dari publik.

“Penyiaran itu dampaknya luar biasa tehadap masyarakat. Oleh karena itu, dengan kemajuan zaman yang pesat revisi regulasi sangat diperlukan karena makin banyaknya muncul media baru di luar. Saya harap masyarakat aktif memberikan sumbang sarannya untuk RUU ini,” tuturnya sekaligus membuka kegiatan seminar tersebut. ***  

 

 

Tulungagung – Berdasarkan data dari sejumlah lembaga dan instansi, kepercayaan publik terhadap media penyiaran yakni TV dan radio masih tinggi. Hal ini memastikan fungsi penyiaran di media ini tetap efektif dan berpengaruh. Namun demikian, kedua media ini harus menyikapi kepercayaan tersebut dengan siaran yang manfaat dan berkualitas.

Bentuk dari perwujudan siaran yang dimaksud yakni siaran yang mengakomodasi kepentingan publik khususnya masyarakat di daerah. Pandangan dan penilaian tersebut banyak mengemuka di sela-sela kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (3/2/2024).

Salah satu yang menyampaikan pandangan itu adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji, salah satu narasumber acara GLSP. Dalam paparannya, Sarmuji menginginkan agar siaran lebih mengedepankan substansi yang memotivasi misalnya tentang prestasi. 

“Tidak semuanya harus siaran yang serius, tapi dapat juga ditampilkan program yang memotivasi dan mengangkat anak muda Indonesia di kancah internasional,” katanya di depan para peserta yang hadir. 

Terkait hal itu, Sarmuji juga mendorong diubahnya cara pandang media dalam membuat tayangan. Selama ini, katanya, TV lebih melihat hasil rating Nielsen ketika memproduksi tayangan. Padahal, tidak semua program dengan rating tinggi berisikan pesan-pesan yang positif.

“Kami berharap televisi tidak hanya menyiarkan acara-acara yang rating tinggi saja. Kalau semua televisi hanya memperhitungkan rating pemirsa saja, saya khawatir kualitas bangsa ini menjadi menurun,” ujarnya.  

Dalam kesempatan tersebut, Sarmuji berharap media TV dapat menggunakan frekuensi publik dengan baik dan penuh tanggung jawab. Bagimanapun, lanjut dia, proses pembentukan karakter bangsa juga sangat bergantung dari isi siaran media penyiarannya. “Ini demi perkembangan bangsa kita agar jadi lebih baik,” tuturnya sekaligus meminta KPI agar terus mengimbau hal ini ke lembaga penyiaran.

Senada dengannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah berharap, produksi siaran lembaga penyiaran mengangkat kebutuhan masyarakat di daerah. Menurutnya, pengaruh penyiaran masih sangat kuat untuk mengenalkan potensi yang ada di daerah ke dunia luar. 

“Sehingga potensi yang ada dapat terangkat ke kancah nasional dan internasional. Seperti film Laskar Pelangi yang kemudian menjadikan pulau Belitung terkenal kemana-mana. Ini juga bisa dilakukan dengan mengangkat potensi daerah-daerah lain,” katanya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat sekaligus PIC GLPS 2024, Evri Rizqi Monarshi, mengemukakan pentingnya pengawasan terhadap siaran di media baru sosial. Dirinya mengkhawatirkan informasi yang disampaikan melalui media ini yang kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. 

“Yang meresahkan kami itu justru media sosial. Ke depan kami minta dibukakan ruang agar diberikan kewenangan melalui RUU Penyiaran agar bisa melakukan pengawasan terhadap media ini,” katanya dalam sambutan mengawali acara GLSP tersebut.

Informasi TV dan radio jadi rujukan

Meskipun belum ada pengawasan media sosial, KPI selalu menekankan pentingnya melakukan verifikasi dengan merujuk informasi dari media penyiaran. Pasalnya, informasi yang disampaikan TV dan radio telah dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. 

Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti menegaskan, informasi yang ada TV dan radio sudah melalui proses yang ketat. Selain itu, keberadaan media penyiaran dipayungi sebuah regulasi dan ketatnya pengawasan KPI. Jadi, kecil kemungkinan adanya berita atau informasi yang tidak benar. 

“Jika terjadi pelanggaran, KPI akan segera menindaknya. Jadi, kami pastikan TV dan radio masih menjadi rujukan informasi bagi masyarakat. Informasinya sudah dipastikan valid. Validitasnya dapat dipertanggung jawabkan dibandingkan dengan informasi yang kita dapatkan dari media sosial,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Amin Shabana, mengatakan KPI tidak bisa bekerja sendiri dalam mengawasi siaran. Menurutnya, peran masyarakat dan akademisi diperlukan untuk menjalankan fungsi tersebut. Sehingga harapan menciptakan siaran berkualitas dapat terwujud.

“Ketika menyaksikan siaran televisi, kita tidak hanya menonton, namun juga memperhatikan dengan kritis substansi-substansi yang disajikan dalam siaran. Sembari menyaksikan dengan kritis, kita perlu memastikan dan mengetahui akan tata aturan dalam penyiaran serta hal-hal apa saja yang harus terpenuhi agar sebuah siaran dapat dikatakan berkualitas,” ujarnya.  

Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua, menyatakan bahwa upaya mewujudkan siaran berkualitas harus melibatkan banyak kepentingan. “Perlu ada sinergi semua elemen. Dengan adanya sinergi itu, kerinduan akan siaran sehat dan berkualitas akan lebih mudah terwujud,” tuturnya. *** 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.