Jakarta -- Penilaian indeks kualitas program siaran TV (IKPSTV) yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama 12 Perguruan tinggi dapat dijadikan referensi bagi lembaga penyiaran TV dalam meningkatkan kualitas tayangan selain pemeringkatan yang dilakukan lembaga survey Nielsen. Program IKPSTV yang berjalan secara periodik ini mengutamakan kualitas siaran ketimbang pengukuran jumlah pemirsa atau kuantitas.

"Indeks kualitas program siaran televisi merupakan program prioritas nasional sejak 2015 yang bertujuan melihat kualitas isi siaran pada stasiun televisi jaringan nasional. Indeks ini dilakukan agar menjadi referensi lembaga penyiaran televisi dalam meningkatkan kualitas tayangan sehingga tidak hanya terpaku pada rating Nielsen,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat membuka acara Refleksi dan Rekomendasi Hasil IKPSTV Periode II KPI, di Universitas Mercu Buana (UMB), Kamis (7/3/2024).

Sepanjang tahun 2023, KPI melakukan dua kali program IKPSTV. Ada 8 kategori program acara yang dinilai yakni kategori sinteron, infotainment, wisata budaya, variety show, religi, anak, berita dan talkshow. Penilaian perkategori dilakukan oleh para ahli dengan berbagai latar belakang bidang. Hasil penilaian di dua periode itu telah disampaikan KPI,

“Kami sangat berharap mendapat masukan pakar komunikasi dari ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) terkait hasil indeks yang telah dikeluarkan,” tambah Ubaidillah sekaligus menyatakan jika nilai indeks dari masing-masing kategori program siaran memiliki muatan strategis bagi para pemangku kepentingan, salah satunya bagi kalangan akademisi.

Sementara itu, Koordinator IKPSTV KPI yang juga Anggota KPI Pusat, Amin Shabana mengatakan, pemeringkatan bersifat kualitatif yang dikeluarkan oleh perusahaan survei media, Nielsen, saat ini menjadi referensi bagi industri penyiaran Indonesia. Sementara IKPSTV menentukan peringkat suatu program televisi dengan memperhatikan aspek kualitas dari tayangan tersebut.

"Kalau lembaga pemeringkatan Nielsen menggunakan popularitas, maka KPI mencoba untuk melihat dari aspek kualitas sehingga Indeks Kualitas Program Siaran yang dilakukan bisa menjadi penyeimbang bagi indeks pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga Nielsen," kata Amin dalam kesempatan yang sama.

Pengukuran IKPSTV diikuti oleh 96 responden terdiri atas 51 persen responden perempuan dan 49 responden laki-laki. Dengan menggandeng 12 perguruan tinggi yang ada di Indonesia membuat pengukuran indeks itu diikuti oleh lulusan perguruan tinggi terkait.

Dia juga menyebutkan, saat mengukur peringkat program televisi yang populer dengan metode IKSPTV, ditemukan bahwa tidak semua program populer merupakan program berkualitas. "Sinetron dan infotainment yang secara popularitas, secara rating kualitatif selalu menempati 10 peringkat terbesar, ternyata justru melalui indeks kualitas siaran televisi dianggap masih belum berkualitas," ujar Amin.

Selain sebagai referensi alternatif, terang Amin, IKPSTV juga menjadi upaya membangun mekanisme pemeringkatan program televisi Indonesia yang lebih sehat dan demokratis di mana tidak dimonopoli oleh satu lembaga pemeringkatan tertentu. Menurutnya, mekanisme pemeringkatan program televisi oleh beberapa lembaga telah diterapkan di sejumlah negara.

Di samping itu, stasiun televisi didorong untuk meningkatkan kualitas program-program yang ditayangkan mengingat saat ini penonton televisi mengalami tren penurunan karena penggunaan media sosial yang masif di kalangan masyarakat.

"Ketika kita ingin bertarung dengan konten media sosial, maka teman-teman penyiaran juga harus meningkatkan (kualitas) kontennya. Jadi konten harus dilawan dengan konten," papar Amin.

Setelah sambutan tersebut, rangkaian acara dilanjutkan paparan para narasumber antara lain dari Akademisi ISKI Pusat, Endah Murwani. Dia menyampaikan pandangannya terkait hasil riset indeks kualitas program televisi infotainment. Kemudian, paparan dilanjutkan Ilham Gemiharto dariUniversitas Padjajaran mengenai sinetron.

Praktisi penyiaran yang juga merupakan pengurus ISKI Pusat Nugroho Agung Prasetyo (NET TV) menyampaikan pandangan tentang hasil riset indeks kualitas program variety show. “Hadirnya riset indeks kualitas program televisi tentu cukup baik sebagai penyeimbang dari sisi parameter kuantitatif yang selama ini ada. NET TV merupakan salah satu lembaga penyiaran yang peduli terhadap kualitas konten untuk pemirsanya dengan value positifnya yang menghibur,” katanya.

Agung juga mendorong para kreator variety show untuk lebih mengutamakan program tersebut menjadi acuan yang dapat menginspirasi masyarakat. “Bukan hanya sekedar menghibur dengan canda dan musiknya, tapi juga menghadirkan perbincangan hangat yang menghibur sekaligus menggali informasi bintang tamunya agar dapat menjadi inspirasi publik,” katanya.

Setelahnnya, praktisi pemberitaan Yogi Arief Nugraha dari Kompas TV juga memberikan masukan terhadap indeks kualitas program pemberitaan di televisi yang disusul oleh Irwan Setyawan (Direktur Jawapos TV 2015-2020).

Sejumlah akademisi lain juga menghadirkan pandangan terkait hasil riset indeks kualitas program televisi, antara lainRustono Farady Marta dari USNI untuk kualitas program anak. Dilanjutkan, Devie Rahmawati dari Universitas Indonesia untuk program wisata budaya serta Trie Damayanti dari Universitas Padjajaran untuk program talkshow.

Di awal acara, dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPI Pusat dengan ISKI, KPI Pusat dengan UMB dan IKSI dengan UMB. ***/Foto: Agung R

 

 

 

 

 

 

Jakarta - Menjelang hadirnya bulan Ramadan di tahun 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan surat edaran untuk menjadi panduan bagi lembaga penyiaran dalam penyelenggaran siaran. Edaran ini bertujuan memberi penghormatan terhadap nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan sekaligus menjadi panduan siaran bagi televisi dan radio. Hal ini disampaikan Ubaidillah, Ketua KPI Pusat, dalam kegiatan Ngobrol Penuh Inspirasi (NGOPI) yang dihelat KPI dengan peserta lembaga penyiaran, di bilangan Jakarta Selatan, (6/2).

Menurut Ubaidillah, hal penting yang harus diperhatikan oleh televisi adalah pergeseran waktu siar utama atau prime time pada bulan Ramadan. Jika pada hari biasa, waktu siar utama adalah pada pukul 18.00-22.00, sedangkan ketika bulan Ramadan waktu itu bergeser dan terbagi menjadi saat berbuka puasa dan saat sahur. “Jika merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tentang klasifikasi program siaran, di waktu sahur itu masih masuk pada klasifikasi program siaran dewasa (D),” ujarnya. Untuk itu, televisi dan radio harap menyesuaikan konten siaran, mengingat pada waktu sahur ada anak dan remaja yang ikut menjadi penonton atau pun pendengar program siaran. “Jangan sampai ada muatan materi dewasa yang muncul di waktu sahur,” tegasnya. 

Surat edaran yang dibuat KPI juga didasari atas hasil evaluasi pengawasan siaran Ramadan di tahun 2023. Karenanya, terkait dengan ibadah puasa yang menjadi keutamaan di bulan Ramadan, KPI mengingatkan lembaga penyiaran untuk tidak menampilkan dan mengeksploitasi konsumsi makanan dan/ atau minum secara berlebihan yang dapat mengganggu dan mengurangi kekhusyukan berpuasa. Catatan lain dari KPI adalah perhatian lembaga penyiaran atas kepatutan busana yang dikenakan pembawa acara ataupun pendukung dan pengisi acara, sebagaimana semangat yang ada pada bulan Ramadan. “KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan bincang-bincang seks atau pun aktivitas yang berasosiasi erotis, sensual dan cabul. Juga tidak menampilkan muatan yang mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT),” tegas Ubaidillah. 

Secara khusus, untuk siaran da’wah yang juga menjadi ciri khas pada bulan Ramadan, KPI berharap lembaga penyiaran lebih berhati-hati dalam penyajian materi yang memuat perbedaan pandangan/ paham agama dan politik tertentu, dengan menghadirkan narasumber yang kompeten agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Pada prinsipnya, da’wah di medium penyiaran selayaknya yang memberi pencerahan dan meningkatkan kataqwaan. Sedangkan untuk materi khilafiyah baiknya tidak dibahas di televisi dan radio yang memiliki keterbatasan durasi,” ujar Ubaidillah. Namun demikian, KPI sendiri mengimbau lembaga penyiaran menambah frekuensi dan durasi program siaran da’wah selama bulan Ramadan, dan mengutamakan penggunaan pendakwah/dai/daiyah yang kompeten dan tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia

Secara khusus, surat edaran ini juga membahas tentang siaran azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing. Yang harus diingat juga, tambah Ubaidillah, azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Terakhir, untuk program siaran pada Hari Raya Idul Fitri, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepatutan dan kepantasan yang berlaku di masyarakat. “Usai Ramadan, siaran televisi dan radio harus tetap kondusif dan memberi penghormatan bagi kemuliaan nilai-nilai agama,” pungkasnya.  

 Link: Surat Edaran Pelaksanaan Siaran di Bulan Ramadan

Tarakan -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat diwakili Komisioner KPI Pusat, I Made Sunarsa, Aliyah dan Muhammad Hasrul Hasan, melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal A Paliwang di Tarakan, Selasa (5/3/2024). Agenda utama pertemuan merencanakan pembentukan KPID Kaltara. 

Sejak berdiri sebagai provinsi ke 34, Kaltara belum memiliki KPID seperti yang sudah dibentuk di 33 Provinsi pendahulunya. Padahal, keberadaan KPID yang ada di wilayah perbatasan ini sangat penting. Salah satunya sebagai garda terdepan penangkal pengaruh buruk dari banjirnya siaran dari negara lain.

Anggota KPI Pusat, Aliyah mengatakan, kepentingan hadirnya KPID di setiap provinsi selain karena amanah dari UU Penyiaran 2002 adalah memberi perlindungan pada masyarakat di daerah dari dampak dan pengaruh buruk penyiaran utamanya dari siaran asing. 

“KPID bertanggungjawab memberi perlindungan tersebut dengan mengawasi semua bantuk siaran yang ada di wilayahnya. Apalagi Kaltara ini ada di wilayah perbatasan. Serambi budayanya Indonesia. Artinya, adanya KPID di sini memegang salah satu peran tersebut,” katanya kepada kpi.go.id usai pertemuan.

Sementara itu, Kordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat I Made Sunarsa mengatakan, pihaknya telah menyamakan persepsi dengan pemerintah daerah tentang pentingnya pembentukan KPID di Kaltara. Hal ini berkaitan dengan jumlah lembaga penyiaran yang ada sehingga dibutuhkan adanya pengawasan. 

“Lembaga ini kan menggunakan frekuensi publik. Harus memberikan pencerahan, pencerdasan ke masyarakat serta harus mampu membangun demokratsisasi, yang baik,” jelasnya.

Selain itu, tambah Muhammad Hasrul Hasan, kehadiran KPID penting untuk menjamin semua lembaga penyiaran menjalankan fungsinya dengan baik. Mulai dari fungsi media informasi, pendidikan, kontrol sosial, hiburan sehat serta yang lain. 

“Apalagi mengingat Kaltara merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Kehadiran KPID juga memberikan dampak positif di daerah, karena siaran berjaringan sebagai stasiun berjalan wajib menyiarkan 10 persen konten lokal,” tambah Koordinator bidang PKPS (Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran).

Terkait harapan tersebut, Gubernur Kalimantan Utara, H. Zainal A. Paliwang, menyambut baik dan mendukung adanya KPID di Kaltara. Dia menegaskan pentingnya memiliki KPID di tingkat daerah untuk mengawasi dan mengatur penyiaran yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat setempat. 

Ia juga menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung upaya peningkatan kualitas penyiaran di Kalimantan Utara. “Para komisioner KPI Pusat memberikan masukan dan pandangan konstruktif terkait langkah-langkah dalam proses pembentukan KPID. Saya berharap adanya KPID dapat mendorong pertumbuhan positif dalam industri penyiaran di wilayah tersebut, menciptakan lingkungan yang sehat dan beretika,” ujar Gubernur dikutip dari website pemprov.

Dalam audensi tersebut, diputuskan bahwa sebagai tahap awal pembentukan KPID di Kaltara akan dibentuk Tim Seleksi (Timsel) yang bertugas merancang proses seleksi. Proses seleksi dijadwalkan akan dimulai pada bulan Maret mendatang. ***

 

 

Jakarta – Penyadaran terhadap masyarakat tentang pentingnya mitigasi kebencanaan memerlukan peran dari berbagai lembaga dan kelompok kepentingan (pentahelix). Salah satu instansi yang dinilai memiliki andil untuk menumbuhkan kesadaran tersebut adalah Badan SAR Nasional (BASARNAS). Lembaga ini memiliki pengetahuan sekaligus pengalaman terkait penanggulangan kebencanaan secara nasional yang dapat dijadikan referensi edukasi bagi publik.

“Saya rasa kolaborasi antara KPI dengan Basarnas sangat penting. Tidak hanya dalam bentuk MoU (memorandum of understanding), tapi juga bisa dikembangkan lewat kegiatan pendidikan publik melek media. Melek media ini tujuannya menyampaikan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana. Sehingga kesadaran mereka akan tumbuh,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat menjadi nara sumber acara podcast Basarnas, Rabu (6/3/2024), di Kantor Basarnas, Kemayoran, Jakarta.

Menurut Ubaidillah, isu-isu soal kebencanaan menjadi tema besar lembaganya selain masalah lingkungan atau Eco-Broadcasting. Karenanya, KPI tak kenal henti mendorong lembaga penyiaran menyampaikan pesan-pesan tersebut ke masyarakat. 

“Bagi kami isu kebencanaan harus disampaikan dan karenanya kerja sama antara KPI dan Basarnas diperlukan. Pesan-pesan ini bisa disampaikan melalui lembaga penyiaran, baik melalui program siaran maupun melalui iklan layanan masyarakat (ILM). Apalagi jumlah lembaga penyiaran seperti TV dan radio cukup banyak. Bahkan, di P3SPS KPI juga mengatur perihal kebencanaan ini,” jelasnya.

Ubaidillah menambahkan, peralihan sistem siaran nasional dari TV analog ke TV digital ikut mengembangkan sistem peringatan kebencanaan kepada masyarakat. Sistem siaran baru ini mencantolkan teknologi peringatan dini bencana atau EWS (early warning system) secara realtime

“Peringatan dini ini dapat diaktif dengan cara memasukan kode pos ke aplikasi yang ada di penerimaan siaran digital atau STB (set top box). Jika ada peringatan bencana gempa, tsunami atau bencana lainnya, informasinya dikirimkan hanya ke wilayah-wilayah yang terdampak sesuai dengan kode pos tersebut. Jadi ini salah satu bentuk andil penyiaran dalam memitigasi kebencanaan di tanah air,” katanya.

Sementara itu, pembawa acara sekaligus Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas, Abdul Haris Achadi, menyambut baik kolaborasi lembaganya dengan KPI. Menurutnya, pesan-pesan penyadaran ini sangat penting terlebih melalui ILM di media penyiaran. “Tanggung jawab Basarnas berat dan tidak bisa ditanggung sendiri karenanya perlu berkolaborasi,” paparnya sekaligus berharap rencana ini segera direalisasikan. ***/Foto: Syahrullah

Sembalun - Ruh dari undang-undang penyiaran adalah desentralisasi penyiaran, karena setiap daerah punya karakteristik penyiaran masing-masing yang bisa jadi tidak sama dengan daerah lain. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mohamad Reza, saat menyampaikan materi "Potensi Muatan Lokal dalam Konten Penyiaran” dalam kegiatan Konsolidasi KPI dan Media: Pres Camp 2024 di Sembalun, Lombok Timur, (26/2)

Adapun definisi program lokal sebenarnya ada dalam peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, ujarnya. Namun KPI sendiri punya definisi atas program lokal yang disebut dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Yakni program siaran dengan muata lokal, mencakup jurnalistik, program siaran faktual dan program siaran non faktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi dengan sumber aya dan lembaga penyiaran di daerah setempat. Reza menegaskan, program lokal dilaksanakan dalam rangka pengembangan potensi daerah, merupakan bentuk kontribusi penyiaran atas peningkatan ekonomi daerah.

Sedangkan dalam Keputusan KPI Pusat nomor 7 tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Tahunan Persyaratan Program Siaran Lembaga Penyiaran Swasta, memberikan bahwa evaluasi program lokal meliputi empat hal. Yakni, durasi minimal sepuluh persen, alokasi jam tayang produktif sebanyak tiga puluh persen ditayangkan di antara pukul 05.00-22.00 waktu setempat. Kemudian harus ada bahasa lokalnya yang sesuai dengan daerah setempat. Selanjutnya, tambah Reza, adalah ketentuan tentang lokalitas program siaran lokal. 

Terkait lokalitas program siaran ini, Reza mengungkap, ada yang berpikir bisa saja program siaran lokal di Makassar diputar di Nusa Tenggara Barat. “Bukan seperti itu,” tegasnya. Pada ketentuan di evaluasi tahunan sudah disebutkan, bahwa program siaran lokal kedekatannya pada tema yang ada di daerahnya masing-masing. Untuk itu, Reza mengingatkan tentang tanggung jawab KPID dalam melakukan evaluasi program siaran lokal Nusa Tenggara Barat (NTB).

 

Dalam Press Camp ini, peserta yang hadir adalah perwakilan dari media di NTB dan media nasional, termasuk dari radio dan televisi. Narasumber lain yang juga hadir dalam kesempatan diskusi Press Camp adalah Najamuddin Amy selaku Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistika NTB. Dia mengungkap, sebenarnya banyak potensi lokal yang dapat dikembangkan oleh lembaga penyiaran, baik radio dan televisi, untuk menjadi konten siaran. Di NTB, ujar Najamuddin, terdapat dua Taman Nasional, yakni Gunung Rinjani dan Gunung Tambora. Pada tahun 2019, Unesco menetapkan Taman Nasional GununG Tambora sebagai cagar biosfer kedua, setelah Rinjani. “Kita melihat Rinjani dengan segala keindahannya dan kita juga merasakan kemegahan hutan belantara serta ketinggiannya. Ada kearifan lokal yang meyakini bahwa di setiap gunung pasti ada keberkahan sekaligur misteri,” ujarnya. 

Beberapa lokasi di kaki Rinjani diungkap Najamuddin memiliki banyak potensi untuk diunggah dan disiarkan pada publik. Dirinya mengapresiasi usaha KPI membuat regulasi agar lembaga penyiaran ikut menyumbangkan kontribusi agar pertumbuhan ekonomi meningkat melalui konten lokal yang disiarkan. 

Di sisi lain, Najamuddin juga mengakui bahwa berkat liputan media tentang Rinjani dan Tambora, keberadaan kedua gunung yang ada di provinsi NTB tersebut diakui oleh UNESCO sebagai cagar biosfer dunia. Menurutnya, penyiaran memang menganut hukum borderless limit, tak ada batasan geografis. Harapannya, dengan kearifan lokal kita miliki, beragam kekayaan alam dan budaya negeri ini dapat disebarluaskan pada dunia.  

Najamuddin menyinggung konten lokal yang sempat viral di platform digital, yakni aksi mandi lumpur. Menurutnya, konten ini tidak sesuai dengan kearifan lokal dan menabrak norma serta adat istiadat. “Boleh saja kreatif, tapi jangan mengkhianati apa yang menjadi adat istiadat setempat dan jangan menabrak norma kearifan lokal,” tegasnya. 

Turut hadir dalam diskusi tersebut Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan dan General Manager Rinjani FM, Gaguk Santoso. Keduanya ikut tampil sebagai narasumber dengan tema peran strategis lembaga penyiaran dalam mitigas kebencanaan.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.