Yogyakarta - Adanya bias kepentingan pada media, baik itu terkait bisnis, politik dan kepentingan ideologis harus  dipahami oleh publik dalam rangka menerima segala bentuk pesan dan informasi yang disampaikan media. Literasi media adalah sebuah usaha memberdayakan masyarakat agar memiliki posisi tawar di hadapan media. Jika masyarakat sudah cerdas dalam menerima segala pesan media, harapannya dapat mengubah postur penyiaran saat ini. Hal ini disampaikan anggota Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, saat menyampaikan pidato kunci dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa : Cerdas Bermedia Menuju Siaran Berkualitas, yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, (05/3).

Hanafi mengapresiasi inisiatif KPI dalam gerakan literasi media ini. Menurutnya, literasi sebagai gerakan yang berangkat dari masyarakat termasuk dari mahasiswa yang merupakan agen perubahan bangsa, dapat berjalan efektif untuk mengubah kualitas siaran saat ini. “Sengawur-ngawurnya konten siaran sekarang, kalau masyarakatnya sehat tentu akan mampu mengubah postur siaran,” ujar Hanafi.  Lebih jauh dia berharap, KPI mengikutsertakan sebanyak mungkin masyarakat untuk terlibat dalam gerakan literasi. 

Literasi Media kali ini menghadirkan pula nara sumber Komisioner KPI Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, dan  pembawa acara program acara Geopark INEWS Arlista Hadhi Putri. 

Dalam kesempatan itu Irsal memaparkan tentang tugas pokok dan fungsi KPI dalam menjaga kualitas penyiaran. KPI adalah buah reformasi yang sekarang hadir sebagai usaha membangun demokrasi. “KPI adalah representasi publik untuk menjaga ruang penyiaran Indonesia sesuai hakikat penyiaran,” ujarnya. KPI berkepentingan mengawasi ruang publik yang digunakan agar lembaga penyiaran yang hadir berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga informasi yang  layak, adil, merata dan seimbang dapat diperoleh publik.

Selain menyampaikan posisi KPI dalam menjaga kualitas siaran, Irsal juga mengajak publik untuk berhenti menonton siaran yang tidak berkualitas. Menurutnya, ketika siaran tidak berkualitas masih banyak ditonton orang, maka siaran tersebut akan terus ada. “Karenanya kita semua harus lebih sadar untuk menjaga eksistensi siaran-siaran yang baik dengan ikut menontonnya,” ujar Irsal. 

Sementara itu Syafril Nasution meminta agar masyarakat melihat televisi tidak hanya sekedar sebagai tempat hiburan, tetapi juga pemersatu bangsa. Undang-Undang Penyiaran sendiri memang menyebutkan bahwa penyiaran memiliki tujuan salah satunya memperkukuh integrasi nasional. Syafril juga menjelaskan bahwa hingga saat ini, televisi masih menjadi pilihan utama konsumen media di tengah berbagai platform media digital. Selain itu, televisi pun masih menjadi aset bangsa dan penggerak ekonomi. “Televisi merupakan medium strategis dalam membentuk dan membina bangsa,” ujar Syafril.