Yudi Latief, menyampaikan materi saat menjadi narasumber utama Seminar Nasional Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2019 di Banjarmasin, Selasa (2/4/2019).

Banjarmasin - Peran lembaga penyiaran sebagai alat pemersatu dan perekat bangsa harus tetap dipertahankan meskipun perubahan zaman dan teknologi berkembang cepat dari waktu ke waktu. Selain itu, lembaga penyiaran masih menjadi referensi utama publik karena informasinya yang dapat dipertanggungjawabkan dan terverifikasi.

Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yudi Latief menyatakan, peran lembaga penyiaran untuk mempersatukan dan menguatkan ideologi negara sudah terbukti ketika negara ini merdeka. “Lewat lembaga penyiaran, siaran radio ketika itu, informasi mengenai kemerdekaan Indonesia diumumkan ke seluruh penjuru dunia.

“Tanpa jasa lembaga penyiaran akan sulit membayangkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia bisa diketahui dan diinformasikan ke seluruh penjuru dunia dan menjadi pusat perhatian dunia,” kata Yudi saat menjadi narasumber utama Seminar Nasional Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2019 di Banjarmasin, Selasa (2/4/2019).

Saat ini, kata Yudi, peran lembaga penyiaran yang utama adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai persatuan dan ideologi negara yakni Pancasila melalui siaran yang kreatif dan enak disaksikan. Menurut Yudi, siaran yang disampaikan bukan penjelasan yang teroritis, tapi sesuatu yang meyakinkan seperti kisah yang ada dalam kitab suci. 

“Mindset manusia hanya terlatih sebagai story. Lembaga penyiaran kekuatannya di sana. Kalau dimulai dengan kisah keteladanan tidak banyak yang disanggah. Nyanyian dan upacara simbol itu membentuk mitos,” kata Yudi dalam seminar yang dibimbing Susan Pailiangan (Kompas TV Sulut).  

Dia mencontohkan Amerika Serikat sangat kuat yang memanfaatkan mitos meyakinkan negaranya dengan kisah lewat film dan siaran. “Maka terhadap anak milineal harus menggunakan instrument film, yel-yel nyanyian,” ujar Yudi.

Menurutnya, lembaga penyiaran harus mulai mengurangi siaran berbau skandal yang kotribusi bagi publik tidak ada dan tidak punya harapan untuk masa depan generasi penerus. Lembaga penyiaran harus dapat membangun semangat kekitaan. “Ini perlu kita renungkan. Bagaimana semangat kekitaan ini dihidupkan dalam konteks persatuan Indonesia jika orang Papua Melanesia sebagai orang Indonesia asli kurang mendapat pantulan dalam layar kaca Indonesia,” paparnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Rosarita Niken Widiastuti, menambahkan, tujuan penyiaran sudah termaktub dalam Undang-undang (UU) Penyiaran No.32 tahun 2002 yakni memperkukuh integrasi nasional termasuk menjaga persatuan dan mempekuat ideologi Pancasila. “Ini juga bagian dari tugas KPI untuk mengawal tujuan tersebut agar dapat membangun masyarakat mandiri, demokratis adil dan sejahtera,” kata yang juga salah narasumber utama Seminar Nasional Rakornas KPI 2019.

Dia menjelaskan, sekarang ini Indonesia berada pada era mediamorfosis yakni terjadinya transformasi media dengan perkembangan teknologi informasi. Meskipun demikian, media penyiaran masih mendapat tempat utama masyarakat sebagai media yang paling terpercaya. 

“Kami harapkan, KPI bisa mengimbau lembaga penyiaran punya program fact checking berita bohong yang meragukan agar dikonfirmasi pada lembaga yang punya kewenangan untuk menjelaskan supaya masyarakat tidak bingung. Inilah yang kami harapkan agar lembaga penyiaran ikut menyehatkan informasi di media nasional,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.