Jakarta - Conselho De Imprensa De Timor-Leste (CITL) atau Dewan Pers Timor Leste melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sekaligus berkoordinasi dalam  rangka penjajakan Nota Kesepahaman antar dua lembaga ini untuk pemajuan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Presiden CITL, Virgilio da Silva Guterres bersama delegasi CITL, diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat S. Rahmat Arifin, Komisioner Bidang Kelembagaan Ubaidillah, dan juga didampingi Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang, (13/3). 

Wakil Ketua KPI S Rahmat  Arifin menyambut baik rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dalam sambutannya, Rahmat menyampaikan bahwa saat ini dunia jurnalistik belum bebas dari tekanan dan gangguan. “Dua puluh tahun lalu kita punya harapan besar terhadap hadirnya pers yang bebas dan mendukung tegaknya demokrasi di negeri ini”, ujarnya. Tapi dengan melihat keadaan sekarang, lewat kompetisi politik Pemilihan Presiden, justru pers jadi terkooptasi dengan kepentingan politik. 

Rahmat memaparkan keadaan sebagaian besar televisi yang punya kecenderungan pada kelompok tertentu. “KPI berharap, reformasi yang diperjuangkan dua puluh tahun lalu tidak sia-sia. Pers harus menjadi indikator hadirnya demokrasi di tengah masyarakat”, ujarnya.

Selain itu Rahmat juga menjelaskan tantangan baru saat ini dengan hadirnya media sosial. Meskipun hasil riset menunjukkan bahwa media konvensional masih menjadi rujukan utama bagi publik, namun tantangan saat ini adalah sejauh mana media konvensional dapat bersikap netral terhadap berbagai kepentingan politik yang mencuat akhir-akhir ini. 

Kondisi terbelahnya pers ternyata juga dialami di Timor Leste. Menurut Virgilio, pers di negerinya juga terbelah sebagaimana kelompok-kelompok politik yang ada di sana. Selain terkait kepentingan politik, Virgilio menilai Pers sekarang sudah menjadi instrument menyuarakan suara dari kaum yang sudah mampu bersuara. “Padahal awalnya, pers merupakan instrumen menyuarakan suara dari kaum yang tidak punya suara,”ujarnya. 

Dalam pertemuan ini Komisioner Kelembagaan Ubaidillah menilai positif rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dirinya berharap, Nota Kesepahaman ini dapat ditandatangani bersamaan dengan momentum Hari Penyiaran Nasional ke-86 yang akan diperingati di Banjarmasin. 

Di Timor Leste sendiri, regulator penyiaran masih merupakan lembaga yang berada setingkat di bawah kementerian. Hal ini berbeda dengan CITL sebagai lembaga independen yang sebagian anggotanya dipilih oleh parlemen, dan sebagian yang lain merupakan perwakilan dari asosiasi wartawan dan pemilik media. Kunjungan dan kerja sama antara CITL dan KPI ini juga merupakan salah satu usaha untuk memelopori hadirnya regulasi yang spesifik tentang penyiaran, termasuk juga lembaga independen yang mengatur tentang penyiaran. “Saat ini belum anda Undang-Undang Penyiaran di Timor Leste,” ujar Virgilio. Lembaga yang ada saat ini hanya berwenang mengatur masalah frekuensi namun tidak mengawasi konten siaran. Adapun terkait siaran luar negeri yang meluber ke Timor Leste, Virgilio mengakui bahwa siaran televisi Indonesia tidak saja luber di wilayah perbatasan, namun juga di sebagian besar wilayah Timor Leste. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.