Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, saat menerima kunjungan dari Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Kantor Kementrian PPPA, Kamis (28/6/2018).

 

Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, mengeluhkan cerita sinetron yang tidak memberikan manfaat serta pendidikan terutama bagi keluarga dan anak-anak. Menurutnya, tayangan sinetron masih banyak yang mengangkat cerita perceraian dan konflik rumah tangga.

“Konten-konten demikian tidak memberi motivasi baik bagi keharmonisan keluarga. Dampaknya terhadap perilaku anak-anak pun akan buruk karena banyak menonton sinteron-sinteron seperti itu,” kata Manteri Yohana saat menerima kunjungan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, Nuning Rodiyah dan Ubaidillah, di ruang kerjanya, Kamis (28/5/2018).

Siaran berisikan hal-hal yang tidak pantas dan ditayangkan secara massif seperti perceraian akan menimbulkan pemikiran bagi anak-anak bahwa hal itu merupakan sesuatu yang biasa. “Jika kita bekali mereka dengan cerita-cerita demikian, saya sangat khawatir dengan perilaku mereka nantinya. Kita harus pikirkan hal ini dan sangat penting televisi mengedepankan tayangan yang ramah anak,” kata Yohana.

Yohana meminta agar cerita sinetron mengangkat hal-hal yang positif seperti keharmonisan bekeluarga, pencapaian prestasi dan nilai pendidikan lainnya. “Saya tertarik salah satu acara di televisi yang menceritakan soal hidup saling membantu seperti bedah rumah. Cerita seperti ini kan dapat mengembangkan jiwa-jiwa sosial terutama bagi anak-anak,” jelasnya.

Selain itu, Yohana mengusulkan TV untuk menyisipkan sedikit informasi tentang aturan atau Undang-undang tentang Perlindungan Anak dalam program acara atau cerita sinetron. Menurutnya, informasi soal regulasi perlindungan anak belum banyak diketahui publik. “Cara-cara demikian cukup efektif  untuk menyosialisasikan UU Perlindungan anak,” katanya.

Terkait perlindungan anak ini, Yohana mengatakan, pihaknya berupaya menyukseskan program anak Indonesia 2030 bebas dari tindak kekerasaan. Setiap bulan Maret, pihaknya memberikan laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai perkembangan anak-anak di Indonesia. 

“Kita harus memutus mata rantai kekerasan. Jangan sampai cara kekerasaan dibawa dari generasi ke generasi,” tandas Yohana. ***